Ini Profil 4 Hakim MK yang Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional

26 November 2021, 07:55 WIB
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kiri) berbincang dengan anggota Majelis Hakim MK Saldi Isra dalam sidang lanjutan pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 /ANTARA

JURNAL MEDAN - Dalam artikel ini terdapat profil empat hakim yang memutuskan Undang Undang (UU) Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat.

Seperti diketahui, UU Cipta Kerja yang sebelumnya mengalami banyak penolakan dari elemen gerakan sosial sejak tahun 2020 kini akhirnya dianggap Inkonstitusional Bersyarat.

Putusan MK Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Cipta Kerja yang inkonstitusional secara bersyarat ini sebelumnya dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis 25 November 2021.

Baca Juga: MK Perintahkan Pemerintah dan DPR Perbaiki UU Cipta Kerja, Dandhy Laksono: Tapi Masih Berlaku 2 Tahun

Disamping Anwar Usman, ada 3 hakim konstitusi lainnya yang ikut memutuskan ketetapan ini.

Seperti apa profil para hakim ini? langsung saja kita bahas!

1. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H.

Mengawali karier sebagai seorang guru honorer pada 1975, tidak membatasi langkah Anwar Usman menjadi seorang Hakim Konstitusi seperti sekarang.

Baca Juga: Makin Seksi! Intip 6 Potret Rashami Desai Pemeran Tapasya 'Uttaran' yang Mengalami Pelecehan di Medsos

Keterpilihannya sebagai pengganti M. Arsyad Sanusi, dipandang oleh pria kelahiran 31 Desember 1956 merupakan jalan takdir yang dipilihkan Allah SWT untuknya.

Anwar yang dibesarkan di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Bima, Nusa Tenggara Barat, mengaku dirinya terbiasa hidup dalam kemandirian.

Lulus dari SDN 03 Sila, Bima pada 1969, Anwar harus meninggalkan desa dan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) selama 6 tahun hingga 1975.

Baca Juga: VIRAL! Sekelompok Pelajar di Medan Terlibat Tawuran, Ciderai Hari Guru Nasional 2021

Lulus dari PGAN pada 1975, atas restu Ayahanda (Alm.) Usman A. Rahim beserta Ibunda Hj. St. Ramlah, Anwar merantau lebih jauh lagi ke Jakarta dan langsung menjadi guru honorer pada SD Kalibaru.

Selama menjadi guru, Anwar pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1. Ia pun memilih Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan lulus pada 1984.

Di Mahkamah Agung, jabatan yang pernah didudukinya, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003 yang kemudian berlanjut dengan pengangkatannya menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.

Baca Juga: Cerita Pro Player RRQ Lemon, Gaji Besar Selalu Gagal dalam Percintaan, Deddy Corbuzier: Lu Punya Cewek Gak?

Lalu pada 2005, dirinya diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.

Namun, Anwar mengakui tidak asing dengan lembaga peradilan yang berdiri sejak 2003 ini. Selain dari keilmuan yang didalami, ia pun sudah lama mengenal Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang sama-sama berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat.

2. Prof. Dr. Arief Hidayat S.H., M.S.

Pria kelahiran Semarang, 3 Februari 1956 ini bukan “orang baru” di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.

Baca Juga: Terungkap! Temulawak, Pare, dan Kayu Manis Bisa Sembuhkan Kencing Manis dan Diabetes Kata dr. Zaidul Akbar

Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.

Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dihasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut mengisahkan tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya untuk duduk dalam posisinya sekarang sebagai seorang hakim konstitusi.

Baca Juga: Pernah Dibully Hingga Bergaji Rp11 Miliar, Inilah Kisah Hidup Pro Player Mobile Legends RRQ Lemon

Sedari kecil, ia hanya memiliki satu cita-cita, yakni menjadi seorang pengajar.

Namun ketika ditanya alasannya mendalami ilmu hukum, Arief mengungkapkan sejak SMU, kecenderungan dalam dirinya tertarik pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial.

Jabatan yang beliau pernah kenyam di Mahkamah konstitusi ialah, Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Januari 2015 - 14 Juli 2017), Ketua Mahkamah Konstitusi (14 Juli 2017 – 1 April 2018), Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (6 November 2013 - 12 Januari 2015), Hakim Konstitusi Periode Pertama (1 April 2013 - 1 April 2018) dan Periode Kedua (1 April 2018 – 1 April 2023).

3. Dr. Manahan MP Sitompul, SH, M.Hum.

Mencapai karir sebagai hakim konstitusi tidak pernah terpikirkan oleh ayah tiga anak ini. Bahkan menjadi hakim di pengadilan negeri pun tidak terlintas di benak pemuda Manahan. Keterbatasan ekonomi keluargalah yang mencegahnya menjadi ambisius.

Baca Juga: Resep Herbal Pembersih Ginjal dan Infeksi Saluran Kemih dari dr. Zaidul Akbar: Jangan Buru Buru ke Rumah Sakit

Dibesarkan dalam keluarga besar, Manahan yang merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara ini harus berjuang untuk mempertahankan pendidikannya setelah lulus SMA.

Ayahnya adalah seorang pendeta bernama Ds. SMS Sitompul yang kemudian menjadi pegawai negeri sipil di Kantor Agama dan pensiun sebagai pejabat di Kandepag, Provinsi Sumatera Utara, Medan pada tahun 1977, sedangkan ibunya bernama TM br. Panggabean adalah seorang ibu rumah tangga.

Kedua orang tua dengan keras mendidik kesepuluh anaknya, baik dalam mengejar ilmu pengetahuan maupun dalam mengejar pendidikan atau kegiatan rohani di gereja.

Karirnya sebagai hakim dimulai ketika diangkat di PN Kabanjahe pada tahun 1986, kemudian pindah ke beberapa tempat di Sumatera Utara sambil menyelesaikan gelar masternya hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.

Baca Juga: 6 Potret Terbaru Katrina Kaif, Aktris Cantik yang Digadang-gadang Mirip Selebgram Anya Geraldine

Pada tahun 2003 dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada tahun 2005 diangkat menjadi Wakil Ketua PN Sragen.

Pada tahun 2007, ia kembali dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap. Setelah diangkat menjadi Hakim Tinggi PT Manado pada 2010, stafnya diminta untuk kuliah di Universitas Negeri Manado (UNIMA) dengan mata kuliah Hukum Tata Usaha Negara pada program S2.

Setelah pindah ke PT Medan pada 2012, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) memintanya untuk kuliah di Program S2 Hukum Kepailitan dan Hukum Ekonomi Pembangunan.

Manahan Malontinge Pardamean Sitompul baru terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan seniornya Muhammad Alim yang memasuki masa jabatan penuh pada April 2015.

Baca Juga: Bocoran Gopi Jumat 26 November 2021: Urmila Ambil Hak Asuh Tolu dan Molu Dari Keluarga Modi, Jigar Menghalangi

4. Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H.

Lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 15 Desember 1964, Daniel merupakan putra ke-5 dari tujuh bersaudara.

Ia lahir dari pasangan Esau Foekh dan Yohana Foekh-Mozes. Ketika Daniel menamatkan Sekolah Dasar (SD) GMIT 2 di Kabupaten Kefamenanu, ia mendapat nilai pas-pasan.

Idealisme sang ayah yang mengharuskan setiap anaknya memperoleh nilai yang bagus, membuat Daniel harus mengulang kembali kelas VI SD Inpres Oetete II Kupang.

Hal ini menyebabkan ia mengulang kembali kelas VI SD bersama dengan adiknya. Karena itulah, Daniel memiliki dua ijazah SD.

Dibesarkan dari keluarga pendidik tidak serta-merta membuat sosok Daniel memiliki cita-cita sebagai pendidik.

Ia justru memiliki cita-cita sebagai hakim. Akan tetapi, cita-citanya tersebut tidak didukung oleh sang ayah.

Ayahnya menghendaki ia meneruskan pekerjaan sebagai pendidik.

Menurut Daniel, kala itu di NTT, salah satu jabatan yang dihormati masyarakat sebagai pendidik (guru), selain Pendeta dan Pastor.

Oleh karena itu, ayahnya berharap besar Daniel bisa menjadi seorang pendidik.

Akan tetapi, ia melihat kehidupan ayahnya yang sangat sederhana sehingga muncul di pikirannya untuk tidak hidup menjadi pendidik seperti ayahnya.

Daniel menempuh pendidikan S1 Ilmu HTN UNDANA Kupang (1990), S2 Ilmu HTN Universitas Indonesia (1995), dan S3 Ilmu HTN Universitas Indonesia (2005).

Sebelum diangkat menjadi Hakim Konstitusi, Daniel pernah menjadi dosen honorer di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia dan dosen tetap di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya dengan jabatan fungsional sebagai Asisten Ahli.

Selama menjadi dosen di Unika Atma Jaya, beliau pernah dipercaya sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum.

Daniel akhirnya baru menjadi hakim konstitusi setelah Presiden Jokowi memilihnya untuk menggantikan I Dewa Gede Palguna yang telah menyelesaikan masa tugasnya pada 7 Januari 2020.

Daniel menjadi putra pertama Nusa Tenggara Timur yang menjabat sebagai hakim konstitusi sejak MK berdiri.

Itulah profil singkat 4 hakim konstitusi yang memutuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional bersyarat, semoga bermanfaat dan memotivasi.***

Editor: Ahmad Fiqi Purba

Tags

Terkini

Terpopuler