JURNAL MEDAN - Politikus PKS Mardani Ali Sera menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait para menteri yang maju sebagai Capres dan Cawapres 2024.
Dalam putusan terbaru MK berdasarkan permohonan dari Partai Garuda yang menguji Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu, dinyatakan menteri yang maju Capres dan Cawapres tak perlu mundur.
Para menteri tersebut hanya membutuhkan izin dari Presiden untuk cuti kemudian berkampanye dan melakukan aktivitas politik sebagai Capres dan Cawapres.
Mardani pun meminta para menteri yang maju sebagai Capres dan Cawapres untuk menjadi negarawan.
"Masih menjabat sebagai menteri dan nyapres mestinya bertentangan dgn sikap negarawan. Amanah menteri itu berat," kata Mardani Ali Sera di akun Twitter-nya, Selasa, 1 November 2022.
"Jikapun legal formal ‘dibenarkan’ namun secara moral etika jelas menjadi lemah, karena potensi penyalahgunaan wewenang menjadi terbuka," ujarnya lagi.
Selain itu, putusan MK ini juga berpotensi mengganggu efektivitas pemerintahan.
Pengawasan penyalahgunaan menteri yang mencalonkan diri sebagai Capres/Cawapres juga wajib ditingkatkan.
"Tidak etis jika (menteri) yang bersangkutan memanfaatkan program kementerian untuk tujuan elektoral," kata Mardani.
Sebagai informasi, beberapa menteri di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 disebut-sebut siap maju sebagai Capres maupun Cawapres 2024.
Sebut saja Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Pariwisata Sandiaga Uno.
Dalam putusannya MK menyatakan frase 'pejabat negara' dalam Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri, mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden," kata Ketua MK Anwar Usman yang disiarkan melalui kanal YouTube MK, Senin, 31 Oktober 2022.
Hakim MK, Arief Hidayat, dalam persidangan menyatakan aturan menteri mundur saat maju sebagai Capres dan Cawapres tidak relevan lagi.
Jabatan menteri atau setingkat menteri menurut Arief termasuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dimiliki oleh presiden dan wakil presiden.
"Demi kepastian hukum dan stabilitas serta keberlangsungan pemerintahan, menteri atau pejabat setingkat menteri [...] harus mendapat persetujuan cuti dari Presiden," kata Arief Hidayat.***