KPU Tetap Gunakan Kebijakan Less Paper Policy Melalui Sistem Informasi Pencalonan Anggota Legislatif

9 Februari 2023, 18:35 WIB
Ilustrasi mendaftar online /Freepik/pressfoto

JURNAL MEDAN - Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan akan tetap menggunakan kebijakan less paper policy dalam sistem pencalonan.

Saat ini KPU sedang menyiapkan sistem informasi berkaitan dengan persiapan pendaftaran calon anggota legislatif oleh partai politik.

Menurut rencana, sistem informasi itu akan dibuka KPU pada tanggal 1-14 Mei 2023.

Baca Juga: KPU Kabupaten Jayapura Keluhkan Koneksi Internet Tak Stabil, Timbulkan Potensi Kecurangan dan Gangguan Pemilu

Sementara menurut PKPU nomor 3 tahun 2022, pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berlangsung pada Senin, 24 April 2023 hingga Sabtu, 25 November 2023.

"Dalam pencalonan anggota legislatif kami menggunakan kebijakan less paper policy," kata Idham Holik dalam diskusi online, Kamis, 9 Februari 2023.

Less paper policy yang dimaksud Idham adalah semua dokumen pencalonan diupayakan seluruhnya melalui digitalisasi.

Sementara dokumen hardcopy yang diserahkan calon hanya surat pendaftaran bakal calon oleh partai politik kepada KPU.

Baca Juga: Kawal Pemilu 2024, BPKP Berikan Early Warning ke KPU dan Bawaslu

Selain itu, KPU juga harus mendesain kebijakan logistik pemilu. Seperti diketahui sistem pemilu yang digunakan berimplikasi pada desain surat suara.

Idham menjelaskan perbedaan desain surat suara sangat kontras antara Pemilu 2004 sampai dengan terakhir Pemilu 2019 sistem proporsional, sementara pemilu terakhir dengan sistem proporsional tertutup tahun 1999.

Ia mengatakan bahwa sudah pasti surat suara dalam sistem pemilu proporsional tertutup memiliki desain surat suaranya simpel, sederhana, cukup memuat lambang atau logo dan nama serta nomor urut parpol.

Berbeda dengan sistem proporsional daftar terbuka, di mana desain surat suaranya sebagaimana diatur dalam Pasal 342 ayat UU Pemilu lebih kompleks dengan ukuran jauh lebih besar.

Baca Juga: Survei: 49 Persen Publik Menilai KPU Belum Transparan dan Tidak Tahu Bentuk Transparansi Seperti Apa

"Jadi kami membutuhkan kepastian berkaitan dengan sistem pemilu ini," ujar Idham.

Terkait penggunaan sistem pemilu terbuka atau tertutup, menurut Idham pada dasarnya memiliki problem dan dinamika masing-masing.

Sejauh ini banyak kritik terhadap sistem proporsional daftar terbuka, misalnya, soal vote buying atau yang kita kenal dengan money politik atau politik materi.

"Yang berdasarkan hasil survei banyak sekali ya mengatakan bahwa sistem proporsional daftar terbuka high cost dengan biaya politik elektoral yang cukup tinggi," ujarnya.

Baca Juga: Rekrutmen Tertutup, KIPP Berikan Sejumlah Catatan Usai KPU Umumkan Daftar Nama Timsel 20 Provinsi

Namun jika melihat Pemilu terakhir di tahun 2019, juga terdapat banyak temuan Bawaslu yang berkenaan dengan politik uang.

Sekarang pertanyaannya Apakah sistem proporsional tertutup bebas dari politik uang?

"Tidak juga menurut saya. Ada persoalan isu baru yaitu candidacy buying," ujarnya.

Di dalam sistem proporsional tertutup ada suatu kondisi terjadinya perebutan nomor urut, maka muncul yang namanya potensi candidacy buying.

Baca Juga: KOPLAK! 12 Bulan Jelang Pemilu, 75 Persen Masyarakat Tak Tahu Mencoblos 14 Februari 2024, KPU Ngapain Aja?

Isu candidacy buying, kata Idham, kerap mengemuka pada saat atau menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada).

"Saya pernah membaca beberapa hasil penelitian dari lembaga-lembaga berkaitan dengan candidacy buying di Pilkada," kata dia.

Sebagai kesimpulan, Idham menyebut sistem terbuka maupun tertutup memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

"Bagi kami sebenarnya sampai sejauh mana pemilih berdaulat," pungkas Idham.*** 

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler