JURNAL MEDAN - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengkritisi produk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sidang sengketa Pilkada Serentak 2020.
"Sikap MK dalam memeriksa dan mengadili syarat formal pengajuan sengketa hasil pilkada dipengaruhi Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada," kata Margarito dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 16 Februari 2021.
Diketahui, Pasal ini membatasi gugatan sengketa hasil pemilihan kepala daerah hanya bisa diajukan jika selisih suara penggugat dengan pemenang pilkada maksimum dua persen.
Baca Juga: Fahri Hamzah Usulkan Pemerintah Cabut UU ITE dan Fokus Bahas Pengesahan RUU KUHP
Menurut Margarito, apabila MK tetap menerapkan pasal tersebut dalam setiap proses persidangannya, maka sama saja MK sedang membiarkan kecurangan terjadi, selama tidak melebihi batas yang telah ditentukan.
"Itu dia, karena mereka (MK) hanya pakai Pasal 158 doang, akhirnya begitu. Seperti kemarin itu (permohonan sengketa Pilkada) berguguran semua, hari ini pun akan keguguran lagi. Akhirnya kecurangan-kecurangan tidak terdeteksi," kata Margarito.
Lebih lanjut dia berpendapat bahwa sidang sengketa yang digelar MK tersebut hanya sekadar untuk mengetahui jumlah penduduk dan selisih suara dalam pilkada suatu daerah.
Baca Juga: Presiden Jokowi Perintahkan Kapolri Selektif Terima Laporan Berlandaskan UU ITE