Profil Munarman, Mantan Ketua YLBHI dan Eks Jubir FPI yang Ditangkap Densus 88

- 27 April 2021, 18:11 WIB
Eks pentolan FPI Munarman yang menolak untuk dipanggil ke Polri.
Eks pentolan FPI Munarman yang menolak untuk dipanggil ke Polri. /YouTube Najwa Shihab

JURNAL MEDAN - Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono membenarkan penangkapan bekas juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman terkait tindak pidana terorisme. 

"Penangkapan terkait tindak pidana terorisme," kata Argo Yuwono dalam keterangannya, Selasa 27 April 2021.

Munarman, kata dia, diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme.

Baca Juga: Juventus Ikut-ikutan Mengincar Memphis Depay

Munarman juga bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme serta menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

Munarman lahir di Palembang, Sumatra Selatan, 16 September 1968. Ia dikenal sebagai jubir FPI, advokat, mantan aktivis HAM, mantan ketua umum YLBHI hingga beralih menjadi Panglima Komando Laskar Islam.

Tahun 1995 karir Munarman dimulai saat bergabung sebagai sukarelawan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Palembang. Ia kemudian dipromosikan sebagai Kepala Operasional organisasi yang sama di tahun 1997.

Periode 1999-2000 Munarman beralih menjadi Koordinator Kontras Aceh dan sempat menetap di sana. Ia kemudian berhasil menduduki posisi Koordinator Badan Pekerja Kontras lalu pindah dari Aceh ke Jakarta.

Baca Juga: Gempa Bumi Magnitudo 5,6 Guncang Sukabumi, Getaran Terasa Hingga Ciamis

Bulan September 2002, Munarman terpilih sebagai Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Ia terpilih setelah YLBHI mengalami kekosongan kepemimpinan selama 9 bulan.

Saat terpilih Munarman unggul dengan perbandingan suara 17 dari 23 orang, mengalahkan Daniel Panjaitan yang saat itu menjabat Wakil Direktur YLBHI Jakarta.

Bulan April 2008, Munarman sebagai Ketua dari An Nashr Institut, bersama almarhum Joserizal Jurnalis, Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) - mengadakan konferensi Pers yang berisi pernyataan permintaan agar pemerintah Indonesia tidak memperpanjang kerjasama dengan Institut Riset Angkatan Laut AS Naval Medical Research Institute, Unit No 2 (NAMRU-2)

Konferensi pers ini juga meminta pemerintah RI mendeportasi staf dan pegawai NAMRU-2 yang telah merugikan Indonesia karena menikmati status bebas pajak, akomodasi gratis, dan memiliki kekebalan diplomatik. Apalagi operasional Namru-2 terus berjalan di tengah kontraknya sudah habis. ***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x