PKB: Larangan Kampanye di Kampus Bikin Anak Muda dan Milenial Apatis, Buta Politik, Ini Pesan Untuk KPU

- 9 November 2022, 19:04 WIB
Sekjen PKB Jazilul Fawaid (kedua dari kiri) memaparkan materi dalam Diskusi publik Fraksi PKB MPR RI di Jakarta, Rabu, 9 November 2022.
Sekjen PKB Jazilul Fawaid (kedua dari kiri) memaparkan materi dalam Diskusi publik Fraksi PKB MPR RI di Jakarta, Rabu, 9 November 2022. /Arif Rahman/Jurnalmedan.com

JURNAL MEDAN - Wakil Ketua Umum (Waketum) PKB Jazilul Fawaid mempertanyakan aturan larangan kampanye di kampus yang ternyata membuat anak muda dan kaum milenial apatis hingga buta politik.

Padahal kampus adalah mimbar akademik sekaligus tempat bagi kaum milenial berekspresi, berkumpul, bersosialisasi, berorganisasi, hingga menuntut ilmu pengetahuan.

Sementara salah satu persoalan politik di Indonesia saat ini adalah kaum milenial yang semakin abai dan apatis terhadap dunia politik.

Baca Juga: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Keok, Ternyata Cak Imin Punya Sentimen Positif Tertinggi di Medsos

Survei terbaru Indopol menyatakan hanya 1,22 persen kaum Milenial yang merasa menjadi anggota/simpatisan parpol atau dekat dengan politik.

Survei Indopol juga menyajikan fakta bahwa 59,51 persen kaum milenial merasa negara tidak peduli kepada keadaan dan nasib mereka.

"Jadi ternyata setelah saya ikut diskusi-diskusi, tempat (berkumpul) Milenial itu steril dari politik. Yang boleh kampanye malah di tempat nongkrong. Artinya, Milenial makin jauh dari politik," kata Jazilul Fawaid dalam diskusi publik Fraksi PKB MPR RI di Jakarta, Rabu, 9 November 2022.

Jazilul mengaku khawatir jika kaum Milenial dan anak muda ini seperti terus terusir dari diskursus tentang politik. Akibatnya mereka buta politik.

Baca Juga: Cerita Sukses Anak Penarik Becak, Bekerja Sebagai Buruh Pabrik hingga Sukses Jadi Konten Kreator

Padahal, menurut Gus Jazil, kata kunci kemajuan sebuah bangsa dan negara adalah politik.

Kondisi ini terjadi di sejumlah negara seperti Argentina hingga Brazil yang mengalami perlambatan dalam pengembangan, seperti ekonomi dan kesejahteraan.

Apalagi potensi pemilih muda dan Milenial di Pemilu 2024 mencapai 60 persen. Tentu kaum muda ini harus dijangkau.

"Mereka (Milenial) gak boleh berpolitik, gak boleh diajari politik, udah tua baru berpolitik. Ini yang membuat Indonesia lamban. Artinya, kampanye dianggap negatif, politik dianggap negatif, kenapa dia gak boleh kampanye di kampus, najis?," kata Jazilul.

Baca Juga: Survei Warna Institut: Setelah Jokowi, Pemilih Perempuan Jagokan Airlangga Hartarto Sebagai Capres

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menilai KPU sebagai penyelenggara Pemilu harus punya keberanian menafsirkan larangan kampanye di kampus.

Pasal 280 ayat 1 UU Pemilu menyatakan larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

"Kalau KPU bisa melakukan ini luar biasa meskipun di pasal 280 ayat 1 itu sudah dikunci," kata Yanuar.

Yanuar mengakui dalam praktik kampanye di kampus terdapat banyak irisan. Bahwa ketika menyampaikan visi misi dan sosialisasi, pasti di dalamnya terdapat ajakan memilih.

Baca Juga: KPU Ingatkan Syarat Dukungan Mendaftar Calon Anggota DPD RI, Termasuk Penggunaan Platform Digital Silon DPD

"Kan dalam suasana begitu susah dikontrol. Nah, menurut saya KPU harus punya keberanian menafsirkan berbeda dengan ketentuan di UU Pemilu. Jadi jangan sampai legal formal menghambat pembudayaan dan proses politik," jelasnya.

Di negara demokrasi besar seperti Amerika Serikat (AS) kampanye politik diperbolehkan memasuki kampus sebagai ruang diskusi dan adu gagasan.

Menurut Yanuar, konsep seperti itu bisa diadaptasi di Indonesia yang disesuaikan dengan format di kampus serta dicocokkan dengan budaya kampus.

"Sifatnya akademis, faktual, data, seminar, diskusi tentang topik banyak orang. Formatnya bukan monolog. Misalnya narasumber bukan dari parpol, tapi akademisi kampus," ujarnya.***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah