"MK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menguji undang-undang telah memberikan pendapat hukum melalui putusannya," kata dia.
Selain itu, Guspardi menilai KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak perlu berkonsultasi dengan Komisi II DPR terkait Putusan MK tersebut.
KPU, kata dia, cukup memasukkan amar Putusan MK ke dalam PKPU secara utuh tanpa menambah norma baru terhadap pasal yang telah diputuskan.
MK sebelumnya mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh karyawan swasta Leonardo Siahaan.
Permohonan yang dikabulkan terkait dengan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi atau koruptor mencalonkan diri sebagai caleg, terhitung lima tahun sejak dibebaskan atau keluar dari penjara.
Menurut MK, norma Pasal 240 ayat (1) huruf g di UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Adapun Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyebutkan, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia yang harus memenuhi beberapa persyaratan.
Di antara syarat itu adalah tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.***