Tahapan Sedang Berjalan, SPD Sarankan Sistem Pemilu Dilakukan Lewat Open Legal Policy, Apakah Itu?

- 26 Januari 2023, 18:18 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) /MKRI.id/tangkap layar/

Pasca pidato tersebut, beragam respon bermunculan baik dari politisi, akademisi, maupun pegiat pemilu.

Terlepas dari respon berbagai atas pidato ketua KPU, wacana tersebut berhasil menstimulus diskursus publik tentang perbaikan sistem kepemiluan Indonesia yang sempat kering ditengah tidak masuknya Revisi UU pihak Pemilu dalam agenda legislasi DPR.

Di tataran elit, delapan partai politik parlemen (kecuali PDIP) menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup. Delapan partai berargumen bahwa sistem proporsional terbuka merupakan kemajuan demokrasi.

Sehingga jika ada perubahan sistem ke proporsional tertutup, maka dinilai kemunduran demokrasi.

Baca Juga: Perangi Konten Negatif di Pemilu dan Pilkada 2024, Bawaslu Lanjutkan Kolaborasi Dengan Kominfo

Narasi yang berkembang setelahnya cenderung tidak berimbang dan mendiskreditkan salah satu sistem pemilu.

Terakhir, beberapa argumentasi mencoba mengaitkan sistem proporsional tertutup sebagai wujud kembalinya sistem ala Orde Baru.

Mengutip data International IDEA, dari 218 negara demokrasi, 101 diantaranya atau sekitar 46,3% menggunakan sistem mayoritas/pluralitas.

Sementara itu 86 negara (39,5%) menggunakan sistem PR (proporsional), 32 negara menggunakan sistem campuran (14,7%), dan 15 negara menggunakan sistem yang lain (6,9%).

Baca Juga: Jumlah Aduan di DKPP Diprediksi Terus Meningkat Seiring Bergulirnya Tahapan Pemilu 2024

Halaman:

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah