BAHAYA Ghibah Saat Puasa di Bulan Ramadhan, Bukannya Dapat Pahala, Malah 'Bangkrut' Dosa Bertambah

10 April 2022, 12:42 WIB
BAHAYA Ghibah Saat Puasa di Bulan Ramadhan, Bukannya Dapat Pahala, Malah Bangkrut Karena Dosa Bertambah /Pixabay/Sofia Shultz

JURNAL MEDAN - Berikut ini penjelasan bahaya ghibah atau gibah di saat berpuasa atau puasa bulan Ramadhan maupun hari lainnya.

Gibah atau ghibah bisa membuat puasa sia-sia, bukannya mendapatkan pahala, tetapi malah menambang dosa dan bangkrut. Ini tentu bahaya.

Simak kisah tentang bahaya gibah berikut ini. Tahukah engkau siapa orang yang bangkrut?

Baca Juga: Apakah Orang Meninggal Dunia Wajib Membayar Zakat Fitrah dan Mal? Begini Penjelasan Ustadz Abdul Somad

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,_

أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

"Apakah kalian tahu siapa orang yang muflis (orang yang bangkrut) itu?"

Para sahabat menjawab, "Muflis (orang yang bangkrut) di antara kami adalah yang tidak mempunyai dirham, tidak pula harta benda."

Baca Juga: Naskah Khutbah Idul Fitri 2022, Tema: Cerita Tentang Kebesaran Allah SWT

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, "Muflis (orang yang bangkrut) dari umatku ialah orang yang datang pada hari kiamat membawa (pahala) shalat, puasa, dan zakat. Namun, (ketika di dunia) dia telah mencaci, (salah) menuduh orang lain, makan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain (tanpa hak)."

"Maka orang-orang (yang dizalimi) itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis kebaikan-kebaikannya sebelum terselesaikan utang kezalimannya, dosa-dosa mereka yang dizalimi akan ditimpakan kepadanya."

"Kemudian, dia akan dilemparkan ke dalam neraka."

HR. Muslim no. 2581, at-Tirmidzi no. 2418, dan Ahmad 2/303.

Baca Juga: Bacaan Bilal Tarawih 8 Rakaat dan Witir 3 Rakaat di Bulan Ramadhan, Lengkap dengan Jawaban Jamaah

Ustaz Adi Hidayat menerangkan bahwa puasa menahan lapar dan haus wajib diiringi menahan nafsu seperti melakukan dosa lain, termasuk gibah.

Ustaz Adi Hidayat mengibaratkan jika pahala puasa Ramadhan mendapatkan pahala 100, maka bisa menjadi sia-sia jika melakukan dosa lain.

Misalnya dosa gibah, dosa mencuri, dosa berbohong, dosa berbuat maksiat lainnya dilakukan saat puasa, maka nilai dosanya bisa mengalahkan pahala yang didapatkan sehingga bangkrut.

Puasa, khususnya di bulan Ramadhan memang pada hakikatnya tidak hanya bicara haus dan lapar.

Baca Juga: 3 Amalan Utama yang Harus Ditingkatkan di Bulan Suci Ramadhan, Yuk Berlomba-lomba dalam Kebaikan

Esensi puasa di bulan Ramadhan jauh lebih besar, lebih dalam, karena efeknya tidak hanya kepada diri sendiri, tapi lingkungan dan masyarakat.

Ghibah atau gibah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah membicarakan keburukan orang lain. Ini adalah awal petaka biasanya.

Ghibah merupakan tindakan tercela yang tidak dibenarkan dalam Islam, baik itu dalam kondisi sedang berpuasa atau pun tidak sedang berpuasa.

Orang yang melakukan ghibah atau gosip diibaratkan seperti orang yang sedang memakan bangkai saudaranya.

Baca Juga: Materi Khutbah Idul Fitri 2022 atau 1443 H Terbaru, Cara Menggapai Kemuliaan Hidup Dunia dan Akhirat

Berkaitan dengan ghibah pada saat
menjalankan ibadah puasa, terdapat beberapa hadis yang menjelaskannya, misalnya:

"Banyak sekali orang yang puasa, ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar." - (HR Ibnu Majah)

Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh al-
Minawi berkomentar terkait hadis ini.

Hadis ini adalah ungkapan untuk orang yang mengerjakan puasa namun ia berbuka dengan sesuatu yang haram.

Orang yang melakukan ini berbuka dengan memakan daging saudaranya (ghibah).

Baca Juga: 2 Amalan Terbaik Bagi Wanita yang Sedang Haid di Bulan Ramadhan, Jangan Lupa Dicatat Ya!

Orang semacam ini adalah orang yang berpuasa, tapi tidak mampu menjaga
anggota tubuhnya untuk menjauhi perbuatan dosa.

Lebih lanjut al-Minawi menjelaskan, 'kecuali rasa lapar' menunjukkan bahwa seorang tukang ghibah tidak lagi memperoleh pahala dari Allah.

Bahkan puasanya tidak lagi diterima akan tetapi ia tidak perlu mengganti puasanya.

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan
perkataan bohong, dan melakukan
perbuatan bohong, maka Allah tidak
membutuhkan lagi ia meninggalkan
makanan dan minumannya (puasanya)." - (HR Al-Bukhari).

Baca Juga: Ciri-ciri Malam Lailatul Qadar, Malam yang Disembunyikan Allah Agar Kita Ibadah Sungguh-sungguh kepada-Nya

Hadis ini sebagaimana yang dijelaskan
oleh Ibn Baththal dalam Syarh Shahih al-Bukhari menunjukkan bahwa puasa adalah menahan diri dari perkataan kotor dan bohong

Puasa selain menahan lapar dan haus juga mewajibkan seseorang menahan Ghibah sebagaimana menahan diri dari makan dan minum.

Jika seorang yang berpuasa tidak menahan diri dari perkataan kotor dan bohong, maka nilai puasanya akan berkurang, dibenci oleh Allah, tidak diterima puasanya.

Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud bukan berarti bahwa puasa yang ia kerjakan batal, redaksi di atas hanya menunjukkan tahdir (peringatan) bagi orang-orang yang berbuat demikian pada bulan puasa.

Baca Juga: Inilah 4 Keutamaan Sahur dan Bagaimana Cara Mengakhirinya, Berdasarkan Hadits Shahih Rasulullah SAW

Dengan begitu ia tidak perlu membatalkan puasanya dan mengganti puasanya di kemudian hari.

Pendapat ini, sebagaimana disebutkan oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab didukung oleh Imam Syafi’I, Malik, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan hampir seluruh ulama kecuali al-Auza’i.

Menurut al-Auza’i, seseorang yang
bergosip atau melakukan ghibah di tengah-tengah menjalankan puasa, maka ibadahnya batal dan ia harus mengganti puasanya di lain waktu.

Di dalam riwayat lain terdapat sisipan kata al-jahl, redaksi al-jahl di dalam rangkaian hadis di atas mengindikasikan seluruh perbuatan maksiat.

Baca Juga: Fadhilah Sholat Tarawih 30 Hari di Bulan Ramadhan, Lengkap dari Malam Pertama hingga Malam Terakhir

Redaksi terdapat pada pada riwayat al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad, an-Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah.

Dengan demikian, ghibah dan seluruh perbuatan maksiat lainnya pada dasarnya mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala puasa.

Jika dalam kondisi tidak puasa dilarang berbuat ghibah, mencela orang lain, berkata dusta, maka hal ini lebih ditekankan lagi untuk orang yang sedang menjalankan ibadah puasa.

Meski demikian, dalam mazhab as-Syafi’i sebagaimana yang telah disebutkan di atas jika seseorang berbuat ghibah pada saat menjalankan puasa, maka ia telah berbuat maksiat namun hal itu tidak membatalkan puasanya. Wallahu a’lam. ***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler