Kisah Para Sahabat Dalam Meraih Surga (6): Bilal bin Rabah Mendahului Rasullallah ke Surga. Simak Ceritanya?

- 26 April 2021, 16:41 WIB
Ilustrasi para sahabat Rasulallah
Ilustrasi para sahabat Rasulallah /Tim Jurnal Medan 2

JURNAL MEDAN – Sepulang dari perjalanan isra’ mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira kepada Bilan bin Rabah. Nabi berjumpa dengan dirinya di surga dalam perjalanan istimewa tersebut.

Tidak hanya Umar bin al-Khattab saja yang dilihat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan mi’raj beliau. Ada kisah yang menjadi hadiah istimewa juga untuk Bilal bin Rabah radhiallahu ‘anhu.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shahih, Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata,

Baca Juga: Pakar Vaksincom Bicara Tahun Covid-19, Tahun Ransomware (2)

لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِنَبِيِّ اللهِ صلى الله عليه وسلم، دَخَلَ الجَنَّةَ، فَسَمِعَ مِنْ جَانِبِهَا وَجْسًا، قَالَ: يَا جِبْرِيلُ مَا هَذَا؟ قَالَ: هَذَا بِلالٌ الْمُؤَذِّنُ”. فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ صلى الله عليه وسلم حِينَ جَاءَ إِلَى النَّاسِ: “قَدْ أَفْلَحَ بِلاَلٌ، رَأَيْتُ لَهُ كَذَا وَكَذَا…

“Pada malam isra Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memasuki surga. Saat itu beliau mendengar suatu suara. Beliau bertanya, ‘Hai Jibril, suara apa itu?’ Jibril menjawab, ‘Itu Bilal sang muadzin’. Saat bertemu dengan khalayak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh beruntung Bilal. Aku melihatnya dalam keadaan demikian dan demikian’.” (HR. Ahmad 2324).

Sesuai shahih al-Bukhari dan Muslim seperti diriwayatkan oleh al-Hakim, Buraidah radhiallahu ‘anhu, berkata:

أَصْبَحَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمًا، فَدَعَا بِلاَلاً، فَقَالَ: “يَا بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الجَنَّةِ؟ إِنِّي دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي”. فَقَالَ بِلاَلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ، وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: “بِهَذَا”

“Suatu pagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Bilal. Kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Bilal, dengan amal apa kamu mendahului diriku di surga? Sungguh semalam aku memasuki surga. Aku mendengar derap bersuaramu (suara sandalnya) di depanku.”

Baca Juga: Komen Mau Tiduri Istri Kru KRI Nanggala 402, Petani di Medan Ngaku Akun Facebooknya Diretas

Bilal mennjawab, “Wahai Rasulullah, tidaklah aku melakukan suatu dosa sama sekali melainkan (setelahnya) aku sholat dua rakaat. Dan tidaklah diriku berhadats (batal wudhu), melainkan aku langsung wudhu lagi dan sholat dua rakaat.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar, “Dengan amalan inilah (engkau begitu cepat masuk surga).” (HR. al-Hakim 1179).

Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).

Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Baca Juga: Profil Bek Inter Milan Matteo Darmian: Orang yang Tepat di Waktu yang Tepat

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.

Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.

Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.

Baca Juga: Geisz Chalifah: Ngawi Trending Topik Karena Ada (Ferdinand Hutahaean) yang Pamer Dongo Berjilid-jilid

Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”

Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta Malam Ini 26 April 2021: Bikin Salah Tingkah, Reyna Tanyakan Andin Keramas di Saat Sahur

Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.

Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi.

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.

Baca Juga: Ramadan Bulan Al Quran, Imam Syafi'i Khatamkan 62 Kali Selama Bulan Ramadan

Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alalfalaahi…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.

Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan.

Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Baca Juga: Ikatan Cinta 26 April 2021: Tes DNA Nyatakan Reyna Adalah Anak Nino, Aldebaran Kecewa dan Merasa Ditipu Elsa

Sejak kepergian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x