JURNAL MEDAN - Anggota KPU Idham Holik mengatakan kata wajib menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) di dalam daftar Peraturan KPU (PKPU) terbaru dihilangkan.
Menurut Idham Holik, menghilangkan kata 'wajib' Sipol dalam PKPU Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik peserta Pemilu 2024 telah mengakomodir putusan Bawaslu.
"Dulu ada perdebatan di PKPU nomor 11 tahun 2017 dan PKPU no 6 tahun 2018. Itu ada kata wajib dalam penggunaan aplikasi Sipol. Nah, sekarang sudah gak ada. Kami menindaklanjuti putusan Bawaslu," ujar Idham kepada wartawan, Selasa, 18 Juli 2022.
Sipol, kata Idham, sudah berfungsi dan sudah berjalan penggunaannya. Sejauh ini partai politik (parpol) selaku pengguna Sipol tidak banyak komplain.
Sementara rancangan PKPU Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik peserta Pemilu 2024 sudah disosialisasikan KPU sejak jauh hari.
Idham mengatakan tidak ada perubahan yang mendasar dalam persyaratan pendaftaran parpol.
Pasalnya, PKPU terbaru sudah jelas aturannya di UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang tidak mengalami revisi.
Baca Juga: 7 Potensi Masalah Jika Akses Sipol KPU Tidak Diawasi, Bisa Terjadi Penyalahgunaan Data Identitas
Ketua Bawaslu periode 2017-2022 Abhan mengatakan Bawaslu periode sebelumnya menghadapi persoalan dengan wajib menggunakan Sipol dalam PKPU.
"Periode kemarin kami punya pengalaman seperti itu. Jadi ini harus diantisipasi dan dieliminir sehingga sinergi KPU Bawaslu harus ada kebersamaan," ujar Abhan.
Namun Abhan memberikan saran agar KPU dan Bawaslu memiliki kesepahaman dalam menghadapi Sipol.
"Namun apakah kesepahaman ini kemudian diakomodir ke dalam PKPU atau bagaimana itu," ujarnya.
Baca Juga: Bawaslu Audiensi Kapolri Bahas Keamanan, Kejahatan Cyber, Netralitas, dan Personil Sentra Gakkumdu
Salahkan Parpol
Pada periode sebelumnya, kata Abhan, KPU memahami Sipol berdasarkan UU pemilu no 17 tahun 2017 pasal 178. Disebutkan otoritas KPU menentukan Sipol.
Sementara dari sisi Bawaslu menilai pasal 178 hanya dalam hal verifikasi, tapi untuk mendaftar, parpol memakai pasal 176 secara konvensional yang menggunakan kertas.
"Misalnya jika tidak lengkap di Sipol kemudian verifikasi juga dilakukan via Sipol. Hal-hal ini yang harus didiskusikan di PKPU. Intinya harus dirinci," jelas Abhan.
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menegaskan Sipol sangat membantu parpol.
Apalagi di zaman internet dan terkoneksi, penggunaan Sipol adalah sebuah keniscayaan. Parpol pun seharusnya semakin memahami Sipol.
"Kalau sikap Bawaslu jelas tanpa Sipol memang sangat rumit sehingga Sipol ini membantu. Kami punya kewajiban menindaklanjuti kalau ada laporan," ujar Lolly.
Bawaslu nantinya akan mendapat akses Sipol yang diberikan KPU sesuai dengan tupoksinya yakni mengawasi dan meneliti dokumen.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan jika seandainya parpol masih bermasalah dengan Sipol, maka keseriusan parpol tersebut dipertanyakan.
Misalnya, jika masih ada parpol yang salah atau kurang lengkap dokumennya, maka yang patut disalahkan parpolnya karena Sipol dibuat untuk memudahkan.
"Salahkan parpolnya kalau masih ada kurang lengkap dokumennya. Kalau misalnya masih ada masalah trafik atau nge-hang, itu masih bisa diakomodir karena kan ada bukti dan catatan notifikasinya," jelas Fadli.***