JURNAL MEDAN - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak penyelenggara Pemilu yang berbuat curang diinvestigasi dan diusut tuntas.
Menurut Koalisi, integritas penyelenggaraan pesta demokrasi di tahun 2024 kian terancam gara-gara ulah penyelenggara Pemilu.
Seharusnya penyelenggara, dalam hal ini KPU, bersikap independen, jujur, dan objektif, tetapi malah disinyalir melakukan perbuatan koruptif.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih sebelumnya telah menyoroti verifikasi partai politik, khususnya dalam tahapan verifikasi faktual.
"Bahwa terdapat bukti adanya perintah,
bahkan mengarah pada intimidasi, dari KPU RI kepada penyelenggara pemilu daerah untuk memanipulasi data," demikian keterangan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih kepada wartawan, Senin, 30 Januari 2023.
Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, bukti yang disampaikan perihal kecurangan pemilu ini terbilang lengkap, mulai dari berkas administrasi, video pengakuan komisioner KPU daerah, hingga rekaman percakapan dengan substansi membenarkan praktik culas itu.
Alih-alih ditindaklanjuti secara cepat, pihak penyelenggara pemilu yang diberikan mandat untuk mengawasi pelanggaran pemilu, yakni Bawaslu, seolah mendiamkan hal ini.
Baca Juga: Rekrutmen Timsel Calon Anggota KPU Provinsi dan KPUD Dilakukan Tertutup
Begitu pula DKPP yang terbukti lambat menangani pelanggaran etik Komisioner dan personel Sekretariat KPU daerah dan tingkat pusat.
Dari rentetan peristiwa tersebut, timbul pertanyaan, siapa sebenarnya yang memerintahkan kecurangan ini terjadi?
Pertanyaan di atas berkaitan dengan isi video percakapan yang diduga melibatkan penyelenggara pemilu di Sulawesi Utara tentang kecurangan pemilu sebagaimana ditayangkan salah satu media tanggal 24 Januari 2023.
Dalam pembicaraan itu, terdengar dengan jelas kalimat, "....bukan hanya kami yang telepon, tapi langsung KPU RI, dan yang terakhir eksekusi adalah Istana."
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menyebut hal ini tentu menjadi pertanyaan dan harus dijelaskan secara langsung oleh pihak Istana.
Sebab, jika menggunakan logika peraturan perundang-undangan, tidak ada cabang kekuasaan lain yang diperbolehkan mengintervensi proses pemilu, termasuk Presiden.
Maka dari itu, bukti rekaman tersebut harus dijadikan petunjuk oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk mendalami dan mengusutnya secara tuntas.
Beredarnya sekian banyak bukti kecurangan pemilu semakin menguatkan dugaan bahwa peristiwa ini merupakan kejahatan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Baca Juga: Jadwal Tayang One Piece Live Action Resmi Netflix. Kapan Tayang, Tanggal Berapa? Simak Jadwal Rilis
Pasalnya, dugaan manipulasi data partai politik dalam tahapan verifikasi melibatkan jajaran KPU RI hingga daerah.
Bersamaan dengan itu, saat ini KPU RI sedang melakukan rekrutmen untuk penyelenggara pemilu di 20 provinsi (termasuk Daerah Otonomi Baru) dan 118 kabupaten/kota.
Hal yang penting disoroti dalam proses penjaringan ini mengarah pada independensi KPU RI sendiri di tengah pusaran isu kecurangan.
Sebab, selain melakukan intimidasi, sempat mengemuka dugaan menebar iming-iming jabatan dari KPU RI kepada Komisioner KPU daerah saat memerintahkan melakukan kecurangan.
Sederhananya, jangan sampai penyelenggara pemilu daerah yang terlibat dalam kejahatan pemilu justru dipilih oleh KPU RI.
Kekhawatiran ini mendasar mengingat semakin minimnya integritas penyelenggara pemilu pusat belakangan waktu terakhir.
Atas dasar itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak:
1. Pihak Istana memberikan penjelasan mengenai dugaan keterlibatan dalam proses kecurangan verifikasi partai politik.
Baca Juga: Satu Abad NU, Rangkaian Acara Digelar di Aceh, Dimulai Seminar Nasional di UIN Ar-Raniry Banda Aceh
2. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjadikan bukti rekaman di dalam video percakapan Kumparan sebagai petunjuk untuk mendalami pelanggaran etik penyelenggara pemilu daerah dan pusat.
3. KPU RI menjamin transparansi, akuntabilitas, dan objektivitas rekrutmen penyelenggara pemilu daerah.
4. KPU RI tidak meloloskan penyelenggara pemilu yang disinyalir berbuat curang dalam proses verifikasi partai politik.***