KPU: Anak Muda Indonesia Seharusnya Tak Khawatir Lagi Politisasi Identitas, Bawaslu: Pesannya Harus Sampai

17 Februari 2023, 20:08 WIB
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dan Anggota Bawaslu RI Agus Mellaz dalam diskusi yang digelar JPPR di Media Center KPU RI, Jakarta, Jumat, 17 Februari 2023 /Humas KPU RI/Doddy Husen

JURNAL MEDAN - Anggota KPU RI Agus Mellaz mengakui ada kekhawatiran terhadap politisasi identitas di dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Menurut Agus Mellaz, politisasi identitas tidak seharusnya terjadi lagi karena karakter anak-anak muda Indonesia yang unik.

Kehidupan bersosial anak-anak muda Indonesia cenderung berkomunitas dan itu ditandai dengan berinteraksi sehingga punya preferensi yang berbeda-beda.

Baca Juga: Main Politik Identitas, Rumah Ibadah A Capresnya A, Rumah Ibadah B Capresnya B: Ini Kata Ketua Bawaslu dan KPU

Berdasarkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) yang diterima KPU dari Kemendagri, secara teoritis proporsi pemilih muda Pemilu 2024 di usia 17-39 tahun ada di kisaran 55-60 persen.

"Memang banyak kekhawatiran, tapi kalau kita lihat konteks anak muda di Indonesia, kekhawatiran itu harusnya tidak lagi punya dasar," kata Mellaz dalam diskusi yang digelar Seknas JPPR di Media Center KPU, Jumat, 17 Februari 2023.

Selain itu, potensi anak-anak muda Indonesia juga telah menjadi target utama bagi parpol maupun peserta Pemilu seperti Capres dan Cawapres.

"Ini harus dipotret dengan baik bukan hanya oleh KPU sebagai penyelenggara, tapi saya kira juga oleh parpol dan nanti capres/cawapres," ujarnya.

Baca Juga: Pernyataan Bersama KPU dan Bawaslu Terkait Sosialisasi, Parpol Diminta Patuh dan Menahan Diri

Anak-anak muda Gen Y maupun Gen Z juga memiliki karakter berbeda dalam memilih dan memilah hingga akhirnya mencerna informasi.

Pertama, KPU sebagai otoritas penyelenggara Pemilu 2024 tentu memiliki informasi yang valid dan terverifikasi terkait tahapan.

Tetapi, informasi dari KPU saja tidak cukup karena menurut Mellaz anak-anak muda punya karakter melakukan konfirmasi.

Konfirmasi dilakukan melalui media mainstream, tapi yang harus jadi perhatian adalah anak-anak muda ini tetap saja memiliki komunitas kecil-kecil seperti sekolah dan media sosial.

Baca Juga: TELAK! Amien Rais Ingin Awasi Perhitungan Suara Saat Pemilu, KPU: Di UU Terbuka, Diawasi Bawaslu Hingga Saksi

Terakhir dan terpenting menurut Mellaz adalah keluarga sebagai lapisan terkecil namun dari situlah segalanya bermula.

"Yang terakhir adalah lapisan terkecil yakni keluarga, entah bapaknya, ibunya berdiskusi saat makan malam bersama," kata dia.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan anak-anak muda harus menjadi motor penggerak melawan politisasi identitas hingga politik uang.

Untuk itu anak-anak muda ini harus mendapatkan pemahaman mendasar, misalnya, yang namanya kekuasaan itu harus digulirkan atau terjadi pergantian.

Baca Juga: Bawaslu Ingatkan Partai Ummat: Apa Jadinya Jika Semua Parpol Main Politik Identitas di Masjid, Gereja dll

"Yang namanya kekuasaan itu harus dipergulirkan, kalau tidak, itu melanggar sunnah kalau kata teman-teman Muhammadiyah dan NU, itu ibarat tidak adanya malam dan siang," kata Rahmat Bagja.

Dalam konteks Bawaslu sebagai penyelenggara, anak-anak muda harus terlibat aktif dalam pengawasan sehingga mereka merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab.

Sebagai contoh, Rahmat Bagja menekankan pentingnya melawan politisasi identitas menggunakan rumah ibadah. Pesan-pesan ini harus dipahami anak-anak muda.

"Jangan sampai tempat ibadah jadi persaingan antar parpol. Jangan masjid A punya Golkar, masjid B punya PDIP, atau parpol lainnya, ini contoh saja," kata dia.

Baca Juga: KPU Bongkar Log Activity PKR di Sidang DKPP: Pengurus Lengkap Hanya 1 Provinsi, Input Data SIPOL Injury Time

Anggota DPR Dyah Roro Esti mengungkapkan salah satu kekhawatirannya terhadap anak-anak muda Indonesia saat ini yang memperlihatkan gejala apatis.

"Banyak sekali anak muda yang tidak percaya dengan pemimpinnya, frustasi, ingin melakukan perubahan, tapi tidak tahu bagaimana menjalankannya," kata Dyah.

Tetapi, kondisi itu menurut Dyah merupakan tantangan yang harus dijawab bersama.

Dan cara melakukannya sangat banyak di tengah era keterbukaan informasi. Ditambah karakter anak-anak muda adalah punya rasa ingin tahu yang tinggi.

Baca Juga: Eks Ketua DKPP Sentil KPU: Perbaiki Komunikasi Publik, Tidak 12 Pas Seperti Penalti, Hindari Ucapan Opini!

"Gunakan kesempatan atau pun motivasi keingintahuan itu untuk proaktif bertanya dan terlibat dalam dunia politik," ujarnya.*** 

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler