4 Masukan Bawaslu Terkait Rancangan PKPU yang Disetujui Komisi II, Sejumlah Pasal Dipersoalkan

- 6 Oktober 2022, 13:34 WIB
KPU RI mengumumkan 40 parpol mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2024, Senin, 15 Agustus 2022
KPU RI mengumumkan 40 parpol mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2024, Senin, 15 Agustus 2022 /Arif Rahman/Jurnal Medan

JURNAL MEDAN - Bawaslu RI memberikan masukan terhadap empat rancangan Peraturan KPU (PKPU) yang disetujui Komisi II DPR RI, Senin, 3 Oktober 2022.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja membacakan sejumlah pasal yang dipersoalkan dalam keempat rancangan PKPU tersebut.

Adapun keempat rancangan tersebut adalah Rancangan PKPU tentang Penyusunan Daftar Pemilih; dan Rancangan PKPU tentang Partisipasi Partisipasi Masyarakat.

Baca Juga: Ini 4 Rancangan PKPU yang Disetujui Komisi II, Ketua KPU RI: Ada Hal Baru Diatur Hingga Penggunaan Silon DPD

Kemudian Rancangan PKPU tentang Penataan Daerah Pemilihan (Dapil) dan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Dan Rancangan PKPU tentang Pencalonan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Penjelasan Bawaslu 

Terkait rancangan PKPU penyusunan daftar pemilih dalam penyelenggaraan pemilu, Bagja mengungkapkan terdapat dua pasal yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU 7/2017 tentang Pemilu yakni di Pasal 15 dan 86.

Kata Bagja, Pasal 350 ayat (1) UU Pemilu mengatur jumlah pemilih untuk setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) paling banyak 500 orang, sedangkan pasal 15 ayat (3) Rancangan PKPU mengatur jumlah pemilih setiap TPS paling banyak 300 orang.

Baca Juga: Bawaslu Temukan Pelanggaran Administrasi Penggunaan Video Call Saat Vermin, KPU Dapat Sanksi Teguran Keras

"Ketentuan pasal 15 ayat (3) Rancangan PKPU tidak sesuai dengan ketentuan pasal 350 Ayat (1) UU Pemilu," kata Bagja saat RDP di Komisi II, Senin, 3 Oktober 2022.

Dia juga menyoroti Pasal 86 ayat (3) yang berbunyi, "Salinan DPT yang diberikan tidak menampilkan informasi NIK, nomor KK, nomor Paspor, dan/atau nomor SPLP secara utuh."

Menurut Bagja, dalam penerapan ketentuan Pasal 86 ayat (3) tersebut harus dikecualikan terhadap pengawas pemilu.

"Ini karena pengawas pemilu bagian dari penyelenggara pemilu yang mempunyai satu kesatuan fungsi dengan KPU," ujarnya.

Selanjutnya rancangan PKPU tentang pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD.

Baca Juga: Anies Baswedan Sudah Jadi Capres NasDem, Mesin Parpol Bergerak, Kampanye Mulai? Ini Tanggapan KPU dan Bawaslu

Lembaga pengawas pemilu melihat ketentuan Pasal 15 ayat (3) Rancangan PKPU tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 182 huruf (g) Undang-Undang Pemilu.

"Bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (3) huruf c disamakan pengaturannya dengan Pasal 15 ayat (3) huruf b, sepanjang yang bersangkutan mengemukakan secara jujur dan terbuka kepada publik, maka yang bersangkutan dapat menjadi peserta pemilu," jelas Bagja.

Berikutnya dalam rancangan PKPU tentang Partisipasi Masyarakat (Parmas) dalam pemilu dan pilkada.

Dalam Rancangan PKPU ini Bawaslu juga menemukan tiga pasal yang tidak sesuai dengan UU Pemilu yakni Pasal 6, Pasal 10, dan Pasal 29.

Baca Juga: Bawaslu Tolak Laporan Tabloid Anies Baswedan yang Beredar di Rumah Ibadah Karena Belum Ada Peserta Pemilu 2024

Pasal 6, kata dia, disebutkan partai politik dapat melakukan kegiatan peningkatan partisipasi masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun dalam Pasal 448 UU Pemilu tidak memberikan hak kepada parpol untuk berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat.

Alasannya karena karena parpol merupakan peserta pemilu sehingga berpotensi terjadi konflik kepentingan.

"Hal ini sesungguhnya untuk mencegah konflik kepentingan dan untuk mewujudkan pemilu yang jujur. Dengan demikian Pasal 6 rancangan PKPU tersebut, tidak sesuai dengan prinsip pemilu dan pemilihan yang jujur dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 448 UU Pemilu," paparnya.

Baca Juga: Bawaslu Tolak Laporan Tabloid Anies Baswedan yang Beredar di Rumah Ibadah Karena Belum Ada Peserta Pemilu 2024

Kemudian Pasal 448 ayat (2) UU Pemilu membatasi empat bentuk Parmas yaitu: sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, Survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan cepat hasil Pemilu.

"Ketentuan Pasal 10 huruf d dan ketentuan Pasal 29 rancangan PKPU tentang Parmas tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 448 ayat (2) Undang-undang Pemilu," ujar Bagja.***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x