JURNAL MEDAN - Rekrutmen tim seleksi (Timsel) calon anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota harus dilaksanakan dengan transparan dan akuntabel.
Saat ini KPU sedang melakukan rekrutmen Timsel calon anggota KPU di 15 provinsi dan 118 KPUD yang dilakukan secara tertutup (closed recruitment).
Berdasarkan Nota Dinas Nomor 122/TU.01.1/SJ/2023 yang ditandatangani Sekjen KPU Bernad Dermawan Sutrisno, pembentukan dan pembekalan Timsel berlangsung 16-31 Januari 2023.
Baca Juga: Seorang Warga Ajukan Gugatan UU Desa ke MK, Minta Masa Jabatan Kades Dipangkas Jadi 5 Tahun
Hal ini menimbulkan pertanyaan publik apakah rekrutmen Timsel ini bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap penyelenggara Pemilu.
Peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) Delia Wildianti mengatakan rekrutmen Timsel secara tertutup tidak akan menjadi masalah sepanjang transparansi dan akuntabilitas terjaga.
Selain itu, publik juga harus dilibatkan sepanjang proses rekrutmen Timsel. Termasuk dengan membuka kanal-kanal komunikasi dan informasi secara luas.
"Closed recruitment oke, tapi paling penting adalah transparansi dan akuntabilitas sehingga partisipasi publik itu harus ada dari awal sampai akhir," kata Delia Wildianti dalam diskusi di Media Center KPU RI, Jakarta, Jumat, 26 Januari 2023.
Kajian Puskapol UI sejauh ini menyatakan masih banyak terdapat tantangan setiap kali rekrutmen Timsel, khususnya KPU di daerah-daerah.
Misalnya, masih ada calon Timsel yang memiliki afiliasi atau terafiliasi dengan parpol tertentu. Belum lagi menemukan pribadi Timsel yang tepat, memenuhi syarat dan kriteria tertentu.
Delia mengapresiasi adanya tanggapan masyarakat dalam proses rekrutmen Timsel yang dilakukan KPU. Publik memiliki kesempatan untuk menilai/menanggapi hasil rekrutmen tersebut.
"Sebaiknya ada call center sehingga memudahkan masyarakat menyampaikan aduan," ujarnya.
Koordinator Nasional (Kornas) JPPR Nurlia Dian Paramita mengatakan KPU harus belajar dari rekrutmen Timsel sebelumnya seperti di tahun 2018 dan 2019.
Menurut Mita, sapaan akrabnya, KPU harus memastikan rekrutmen Timsel kali ini bukan ajang bagi job seeker atau pencari kerja. Termasuk bagi calon anggota KPUD kelak.
KPU juga harus menegaskan kemandiriannya. Timsel wajib memiliki background sesuai kapasitas, tidak terafiliasi dengan parpol dan berbagai kepentingan lain.
"Karena proses rekrutmen kali ini berbeda (closed recruitment)," ujarnya.
Baca Juga: Jumlah Aduan di DKPP Diprediksi Terus Meningkat Seiring Bergulirnya Tahapan Pemilu 2024
Mita juga mengapresiasi langkah KPU yang membuka tanggapan masyarakat di akhir rekrutmen.
"Yang penting kalau nanti sudah disampaikan pada publik, ada masa tanggapan masyarakat. Jadi kalau ada catatan, bisa disampaikan ke KPU. Masyarakat bisa kritisi," jelasnya.
Tenaga Ahli KPU Khuwailid mengatakan diskusi yang saat ini mengemuka di internal KPU adalah terjadinya pelanggaran dalam proses rekrutmen Timsel.
Untuk itu, tanggapan masyarakat sangat krusial dalam keseluruhan proses sementara mekanisme kontrol publik juga harus dibuka.
Baca Juga: Ini Deretan Modus Pelanggaran Dana Kampanye di Pemilu, KPU dan PPATK Siapkan Langkah Pencegahan
Selain itu, KPU juga memiliki hak untuk melakukan pemberhentian rekrutmen Timsel jika terjadi dugaan pelanggaran selama proses rekrutmen.
"Jika ada dugaan pelanggaran maka KPU bisa melakukan pemberhentian," ujarnya.***