Rahasia Firman Allah Dibalik Ungkapan 'Puasa itu Untuk-Ku'

- 15 April 2021, 15:12 WIB
ilustrasi durasi puasa Muslim di bulan Ramadhan di seluruh dunia
ilustrasi durasi puasa Muslim di bulan Ramadhan di seluruh dunia /Bagus Kurniawan/Ahmet Hamdi/Unsplash

JURNAL MEDAN – Kelembutan itu sifatnya Allah. Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menyebutkan sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan. Sifat kelembutan Allah salah satunya tercermin dalam perintah puasa.

Ketika Allâh subhanahuwata’ala berfirman dalam sebuah hadits rabbâni (hadits qudsi): كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ

“Seluruh amalan anak Adam untuk mereka sendiri, kecuali puasa. Sungguh, ibadah puasa itu untuk-Ku. Akulah yang langsung akan memberikan imbalannya. Puasa adalah perisai.” (Shahïh al-Bukhâri: 1904).

Baca Juga: Mengenal Coinbase, Platform yang Menjawab Solusi Mata Uang Kripto dengan Valuasi Rp1.200 Triliun

Apa yang terlintas dalam hati kecil kita saat membaca ungkapan “puasa adalah untuk-Ku”? Hal ini menggugah penasaran apa yang sesungguhnya hikmah dibalik hadist qudsi tersebut terkait dengan puasa?. Para ulama sejak awal masa setelah para sahabat pun memiliki berbagai pendapat yang berbeda-beda, tapi prinsipnya ada beberapa yang menjdi benang merahnya.

Puasa mengharuskan kemurnian hati

Al-Imâm Badruddïn al-Hanafi rahimahullâh (wafat: 855-H) mengatakan: لِأَنَّهُ عمل سري لَا يدْخل الرِّيَاء فِيهِ

“Itu karena ibadah puasa merupakan amalan rahasia yang tidak disusupi oleh riyâ’.” (‘Umdatul Qâri Syarh Shahïh al-Bukhâri: 22/61)

Al-Imâm Ibnul ‘Utsaimïn rahimahullâh (wafat: 1421-H) menjelaskan: “Puasa adalah rahasia antara seorang insan dengan Rabb-nya. Seorang insan yang berpuasa, tidak diketahui apakah dia benar-benar berpuasa ataukah tidak, isi hatinya juga tidak diketahui (sangat gampang bagi dia untuk membatalkan puasa tanpa harus kehilangan anggapan di mata orang lain bahwa dia masih berpuasa-pent). Sehingga orang yang benar-benar berpuasa sudah pasti orang yang paling besar keikhlasan dan ketulusannya. Maka Allâh I pun mengistimewakannya dibanding ibadah-ibadah yang lain.” (Syarh Riyâdh ash-Shâlihïn: 5/266-267).

Halaman:

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x