Di Forum GNEJ Bali, Bawaslu RI Sebut 50 Persen Hoaks di Indonesia Bertema Politik, Sinyal Bahaya Pemilu 2024?

10 Oktober 2022, 23:47 WIB
Bawaslu sebut 50 persen informasi di media sosial pada tahun-tahun pemilu bertemakan politik /Earth.com

JURNAL MEDAN - Anggota Bawaslu RI Herwyn Malonda mengatakan lebih dari 50 persen hoaks di Indonesia periode Januari 2018 - Februari 2019 bertema politik.

Fakta ini diungkapkan Herwyn Malonda di forum Sidang Pleno Kelima (Fifth Plenary Assembly) Global Network on Electoral Justice (GNEJ) di Bali.

Dalam forum tersebut Bawaslu berbagi pengalaman menangani disinformasi dan media sosial dalam proses dan tahapan pemilu.

Baca Juga: 4 Masukan Bawaslu Terkait Rancangan PKPU yang Disetujui Komisi II, Sejumlah Pasal Dipersoalkan

Angka 50 persen hoaks tergolong sangat tinggi karena periode tersebut merupakan tahun-tahun politik.

"Sebab pada tahun tersebut merupakan tahun pemilu," kata Herwyn Malonda di Bali, Senin, 10 Oktober 2022.

Herwyn Malonda memaparkan bahwa dalam menangani isu hoaks dalam Pemilu, jajaran Bawaslu melakukan kolaborasi dengan sejumlah pihak.

Misalnya, Bawaslu berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo dalam menangani konten media sosial (medsos).

Baca Juga: Bawaslu Temukan Pelanggaran Administrasi Penggunaan Video Call Saat Vermin, KPU Dapat Sanksi Teguran Keras

Selain itu, Bawaslu juga meningkatkan literasi digital di masyarakat yang akan memantau konten-konten negatif, termasuk menurunkan akun tersebut.

"Bagi kami pemberitaan atau informasi yang salah berulang-berulang, tetapi tidak di-counter dengan berita yang benar, maka akan dianggap sebagai berita yang benar," jelasnya.

Kolaborasi Bawaslu tidak hanya dengan pemerintah, tetapi juga platform media sosial untuk melakukan takedown atau memblokir akun-akun tersebut.

"Jika ada akun media sosial yang menyebarkan ujaran kebencian, berita bohong atau hoaks, maka kita meminta kepada operator untuk men-takedown akun medsos tersebut," jelasnya.

Baca Juga: Anies Baswedan Sudah Jadi Capres NasDem, Mesin Parpol Bergerak, Kampanye Mulai? Ini Tanggapan KPU dan Bawaslu

Meski demikian, Herwyn mengakui bahwa untuk melakukan takedown akun bukan perkara mudah karena selalu dikaitkan dengan kebebasan berpendapat.

Sementara di internal Bawaslu membentuk satuan tugas pengawas media sosial, kemudian publik diajak untuk terlibat langsung.

Misalnya, publik melakukan deklarasi melawan ujaran kebencian dan hoaks di masyarakat, terutama dalam penggunaan media digital.

Terakhir, Herwyn berharap ada pemantau pemilu khusus memantau digital media.

Baca Juga: Usai Ketum Tersangka Korupsi, Langkah Partai Republik Satu Terhenti di Verifikasi Administrasi Tahap I di KPU

"Jadi, ada sisi positif untuk media digital. Hal ini dapat memperkuat masyarakat untuk aktif dalam memilih, juga sebagai sarana mengajak anak muda untuk turut serta dalam pemilu," ujarnya.

Patrick Sensburg, Director Master of Public Management (MPM), University of Police and Public Administration and President of the Observatory on Social Media’s Board dalam panel tersebut menjelaskan dampak positif penggunaan media digital.

Di antara sisi positif media digital adalah kebebasan mendapatkan informasi dan kebebasan mendapatkan akses informasi.

Sedangkan Alberto Dalla Vía, Vice President of the National Electoral Chamber of Argentina menceritakan bagaimana mencegah disinformasi dengan memberikan edukasi di masyarakat.

Baca Juga: Kesaksian Tukang Becak Jakarta, Digaruk Pas Zaman Ahok, Dimanusiakan di Era Anies Baswedan

Misalnya, kata dia, dengan cara melakukan registrasi akun media sosial partai politik dan melakukan audit terhadap informasi yang beredar.

"Dengan adanya registrasi akun parpol, kita bisa melihat bagaimana kandidat yang benar, juga untuk mengetahui mana akun palsu dan asli," ujarnya.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler