BSSN Petakan Pola Kerentanan dan Kerawanan di Tahapan Pemilu 2024, Disinformasi dan Hoaks Jadi Perhatian

27 Desember 2022, 16:21 WIB
Seorang jurnalis sedang mengambil foto dari proses Situng di KPU RI pada Pemilu 2019 /Dok. Istimewa

JURNAL MEDAN - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) telah memetakan pola kerentanan dan kerawanan selama tahapan Pemilu 2024.

Selain kerentanan maupun kerawanan sistem informasi, BSSN juga memetakan gelombang informasi seperti disinformasi dan Hoaks di media sosial.

Berdasarkan pengalaman di pemilu sebelumnya dan insiden di berbagai negara, BSSN mengungkap setidaknya tiga modus atau pola yang dilakukan aktor kejahatan siber.

Baca Juga: KPU Sebut Sosialisasi dan Adu Gagasan Parpol Bisa Difasilitasi Perguruan Tinggi, Media Massa, Hingga NGO

"Kita tahu tiga pola yang digunakan oleh mereka," kata Taufik Arianto, Koordinator Kelompok Operasi Deteksi Penanggulangan dan Pemulihan Penanganan Insiden dan Krisis Siber Nasional BSSN dalam webinar Indeks Kerawanan Pemilu 2024 yang digelar Kemendagri, Selasa, 27 Desember 2022.

Kerentanan pertama adalah hacking, terjadinya upaya serangan mengambil alih atau akun media sosial untuk kemudian menguasai sistem yang digunakan oleh penyelenggara pemilu.

Hacking ini juga bertujuan mengambil alih aplikasi-aplikasi yang digunakan oleh penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan pemilu yang akan datang.

Kedua, setelah hacking, para pelaku akan mencoba untuk melakukan pembocoran data hingga doxxing dari penyelenggara atau aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu.

Baca Juga: Catatan Keamanan Siber Akhir Tahun 2022, Tahunnya Bjorka dan UU PDP, Tahun 2023 Mau Ngapain?

"Biasa kita sebut ini adalah upaya leak," kata Taufik Arianto.

Ketiga, setelah leak, para pelaku kejahatan siber tersebut mulai memindahkan konflik atau kejahatan ke dunia nyata.

Pelaku, misalnya, menggunakan massa atau simpatisan untuk melakukan amplifikasi terhadap data-data atau informasi yang telah didapatkan.

Sumber data ini beragam yang bisa didapatkan melalui hacking maupun sumber-sumber yang didapatkan dari forum online, Dark Web maupun Deep Web.

Taufik menjelaskan bahwa upaya amplifikasi yang digunakan aktor kejahatan siber sangat bergantung media-media yang mereka gunakan.

Baca Juga: JPPR dan KIPP Minta Tahapan Pemilu 2024 Sesuai Jadwal, Dorong Keterbukaan Informasi di Tengah Kontoversi

Misalnya, mereka membuat forum sendiri ataupun memanfaatkan forum lain hingga menggunakan media sosial yang ada sekarang ini.

"Mereka juga memanfaatkan komunitas-komunitas yang sengaja dibangun untuk membentuk semacam war atau campaign untuk mengamflipikasi dari serangan-serangan sebelumnya," kata dia.

Gelombang Informasi

Selain terkait sistem elektronik dan teknologi, BSSN juga memperhatikan gelombang informasi yang berujung kepada disinformasi, kampanye hitam, hingga Hoaks.

"Mereka mengganggu atau mencoba untuk menggunakan informasi yang ada saat ini sehingga dapat mengganggu kestabilan pelaksanaan pemilu yang akan dilaksanakan pada 2024," ujar dia.

Baca Juga: Profil Ridwan Saidi, Tokoh HMI dan Budayawan Betawi yang Meninggal Dunia Pada 25 Desember 2022

BSSN berupaya untuk melakukan deteksi dini terhadap adanya serangan-serangan atau gangguan-gangguan dari pemanfaatan media sosial dalam pelaksanaan pemilu 2024.

"Tentunya di sini kita tahu ada istilah misinformasi, kemudian disinformasi, dan juga malinformasi," jelasnya.

Upaya-upaya untuk meminimalisir kejahatan informasi di ruang media sosial tersebut terus dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak terkait.

Perlu diketahui bahwa Indonesia adalah satu negara dengan pengguna media sosial terbanyak di dunia. Akun media sosial saat ini sudah menjadi semacam identitas digital.

Baca Juga: Hoaks Ancam Pemilih Muda, Bawaslu Siapkan Komunitas Digital: Sekali Pencet Tombol, Komunitas Bergerak

Semua orang kini nyaris memiliki akun media sosial, mulai dari lembaga pemerintah, kementerian, penyelenggara pemilu, hingga anak-anak muda dan ibu rumah tangga.

"Tentunya kami di BSSN bekerja sama seluruh pemangku kepentingan berupaya untuk meminimalisir," kata Taufik.

Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) dalam laporan Profil Internet Indonesia 2022, menyatakan jumlah penduduk Indonesia yang terkoneksi internet hingga pertengahan 2022 mencapai 210 juta orang.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler