Data berjumlah 105.003.428 ini dijual dengan harga US$ 5.000 dalam file sebesar 4GB saja bila dalam keadaan dikompres.
Kata Pratama, data tersebut bisa dicek validitasnya, misalnya, dengan data lain hasil kebocoran data seperti 91 juta data Tokopedia yang bocor pada awal 2020 atau data bocor registrasi SIM card.
Bjorka sendiri juga membuka akses Telegram grup bagi siapapun yang ingin menguji validitas data yang dijualnya.
Anggota grup Telegram bisa meminta request dengan nama maupun NIK dan Bjorka kemudian akan memberikan datanya secara spesifik lengkap.
"Karena datanya dari berbagai provinsi, ada kemungkinan besar kebocoran data berasal dari KPU. Karena itu perlu dilakukan digital forensik dan pengecekan lebih dalam oleh KPU bisa dibantu oleh BSSN," demikian penjelasan Pratama Persadha.
Baca Juga: Bawaslu DKI Terima 20 Pengaduan Masyarakat yang Nama dan NIK-nya Dicatut di dalam Sipol KPU
Pratama kemudian membandingkan dengan kondisi negara Eropa yang menganggap data sebagai komoditas dan aset berharga.
Di Uni Eropa, misalnya, denda bisa mencapai 20 juta euro untuk setiap kasus penyalahgunaan dan kebocoran data pribadi masyarakat.
Pratama juga meminta BSSN masuk lebih dalam pada berbagai kasus kebocoran data di tanah air