Kesamaan Tragedi Kerusuhan di Kanjuruhan dengan Peru 1964, Gas Air Mata Ditembakkan ke Arah Penonton

2 Oktober 2022, 14:30 WIB
Foto Kerusuhan di Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter usai laga Arema FC vs Persebaya /Instagram @persib_day/

JURNAL MEDAN - Amnesty Internasional mengatakan terdapat satu kesamaan antara Tragedi Kerusuhan sepakbola di Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022, dengan Kerusuhan di Peru tahun 1964.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan dalam kerusuhan di Kanjuruhan.

Menurut Usman, negara tidak dibenarkan untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu sehingga peristiwa ini harus diusut tuntas.

Baca Juga: Tagar Pray For Kanjuruhan Viral di Twitter, Warganet: Humanition Above Competition

"Bila perlu bentuk segera Tim Gabungan Pencari Fakta," kata Usman Hamid dalam keterangan pers, Minggu, 2 Oktober 2022.

Tragedi ini, kata dia, mengingatkan dunia pada tragedi sepak bola serupa di Peru tahun 1964, di mana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa.

Akibatnya, ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen. Persis dengan apa yang terjadi di kerusuhan Kanjuruhan.

"Sungguh memilukan 58 tahun kemudian, insiden seperti itu berulang di Indonesia," ujarnya.

Baca Juga: Tangisan Sang Ibu Pecah, Gendong Balita yang Telah Meninggal Buntut Kerusuhan Kanjuruhan

Kata Usman, peristiwa di Peru dan di Malang tidak seharusnya terjadi jika aparat keamanan memahami betul aturan penggunaan gas air mata.

Harus diakui aparat keamanan kerap menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugas, tapi mereka harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup.

Aparat, kata Usman, juga harus memastikan keamanan semua orang, termasuk orang-orang yang dicurigai akan melakukan kerusuhan.

Berdasarkan laporan sementara yang diterima Amnesty International, pada hari Sabtu 1 Oktober 2022 sekitar pukul 22.00 WIB, kerusuhan terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya.

Baca Juga: Gas Air Mata Jadi Bahasan Media Asing, Disebut Jadi Dalang Renggut Ratusan Jiwa Tragedi Kanjuruhan

Suporter Arema melempari para pemain dan ofisial Persebaya dengan menggunakan botol air mineral dan benda-benda lain dari atas tribun.

Kejadian itu terjadi saat pemain dan ofisial Persebaya tengah berusaha masuk ke dalam kamar ganti dari lapangan.

Begitu pula saat pemain dan ofisial Arema berjalan masuk menuju kamar ganti pemain, suporter Arema turun ke lapangan dan diduga menyerang pemain dan ofisial Arema.

Akhirnya, suporter Arema yang turun ke lapangan semakin banyak dan diduga menyerang aparat keamanan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Perintahkan Liga 1 Dihentikan Sementara, Minta PSSI Segera Lakukan Dua Hal Ini

Inilah yang kemudian memicu aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribun suporter Arema.

Suporter di tribun panik dan mulai berdesak-desakan membubarkan diri keluar stadion, tetapi dalam prosesnya terjadi penumpukan massa.

"Insiden penembakan gas air mata juga terjadi saat suporter Arema berusaha menghadang rombongan pemain dan official Persebaya yang hendak meninggalkan Stadion Kanjuruhan," jelas Usman.

Akibat kejadian tersebut, setidaknya 125 orang, termasuk dua anggota polisi meninggal dunia. 

Baca Juga: Tragedi Nasional Kerusuhan di Kanjuruhan, IPW Minta Panpel Laga Arema FC vs Persebaya Dijerat Pidana

Kemudian 200 orang lainnya menjadi korban luka dan gangguan medis seperti sesak nafas dan hingga saat ini masih dirawat di sejumlah rumah sakit di Malang.

Usman merujuk FIFA Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 yang menyebutkan penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

Bahkan dalam aturan itu juga disebutkan bahwa kedua benda tersebut dilarang dibawa masuk dalam stadion.

"Paparan gas air mata menyebabkan sensasi terbakar dan memicu mata berair, batuk, rasa sesak di dada dan gangguan pernafasan serta iritasi kulit," jelas Usman.

Baca Juga: Profil dan Biodata Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta, Sebut Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan Sesuai Prosedur

Dalam banyak kasus, efek gas air mata mulai terasa setelah 10 hingga 20 menit. Namun efek gas air mata memiliki dampak yang berbeda ke tiap orang.

Anak-anak, perempuan hamil dan lansia lebih rentan terhadap efeknya.

Tingkat keracunan dapat berbeda pula bergantung dari spesifikasi produk, kuantitas yang digunakan, dan lingkungan di mana gas air mata ditembakkan.

Kontak dalam jangka waktu lama juga dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler