“Aku masih memiliki utang puasa Ramadan. Aku tidaklah mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi hadits) mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari no. 1950 dan Muslim no. 1146).
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya mengundurkan qodho’ Ramadan baik mengundurkannya karena ada udzur atau pun tidak.” (Fathul Bari, 4/191).
Baca Juga: 17 Ucapan Selamat Lebaran Unik dan Lucu, Cocok Jadi Status WhatsApp, Facebook, Instagram dan Twitter
Akan tetapi yang dianjurkan adalah qodho’ Ramadan dilakukan dengan segera (tanpa ditunda-tunda) berdasarkan firman Allah Ta’ala yang memerintahkan untuk bersegera dalam melakukan kebaikan:
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minun: 61)
Mengakhirkan Qodho’ Ramadan Hingga Ramadan Berikutnya
Hal ini sering dialami oleh sebagian saudara-saudara kita. Ketika Ramadan misalnya, dia mengalami haidh selama 7 hari dan punya kewajiban qodho’ setelah Ramadan. Setelah Ramadan sampai bulan Sya’ban, dia sebenarnya mampu untuk membayar utang puasa Ramadan tersebut, namun belum kunjung dilunasi sampai Ramadan tahun berikutnya.
Baca Juga: Tiga Puisi yang Menggambarkan Sakitnya Kehilangan Orang yang Dicintai
Sebagian ulama mengatakan bagi orang yang sengaja mengakhirkan qodho’ Ramadan hingga Ramadan berikutnya, maka dia cukup mengqodho’ puasa tersebut disertai dengan taubat. Pendapat ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.