Apa Definisi Politik Identitas? Bawaslu Prediksi Politisasi SARA Bakal Dimainkan Oknum Politisi di Pemilu 2024

10 September 2022, 15:12 WIB
Foto: Bawaslu Tetapkan Koordinator Wilayah di 34 Provinsi, Sumatera Utara Dipegang Puadi dan Lolly Suhenty /Dok. Humas Bawaslu RI

JURNAL MEDAN - Politik identitas bakal jadi salah satu mainan oknum politisi di Pemilu 2024. Hal ini diprediksi oleh Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty.

Lolly mengatakan Bawaslu mengharapkan peran tokoh agama dalam mencegah politik identitas atau politisasi SARA sebagai mainan oknum politisi.

Namun hal pertama yang harus disepakati antara Bawaslu RI dan tokoh agama adalah defenisi tentang politik identitas.

Baca Juga: KPU Tak Terbukti Lakukan Pelanggaran Administrasi Terhadap Partai IBU dan Partai Pelita

"Pertama, kita harus menyepakati defenisi tentang politik identitas dan politisasi SARA," kata Lolly di Jakarta, Kamis, 8 September 2022.

Defenisi politik identitas atau politisasi SARA sangat penting. Terlebih, hukum pemilu tidak memberi pengertian yang jelas terkait hal tersebut.

Jika merujuk ke Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tidak ada penjelasan yang detil tentang pengertian politik identitas.

"Pasal yang mengatur hal ini hanya memuat tentang kampanye yang dilarang menghina, menghasut, mengadu domba, dan menggunakan kekerasan. Tidak ada defenisi dalam penjelasan UU Pemilu sebagai rujukan kita," jelasnya.

Baca Juga: 105 Juta Data Pemilih KPU Diduga Bocor, Pratama Persadha: Perlu Diaudit Agar Tahu Penyebab Kebocorannya

Kemudian ada hambatan dalam pengawasan dugaan politik identitas. Bawaslu, kata dia, mengawasi apa yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Lolly menjelaskan bahwa Bawaslu harus memiliki rujukan jelas untuk mengawasi kampanye tanpa politik identitas.

Terlebih masyarakat memiliki harapan yang tinggi terhadap Bawaslu untuk mencegah dan menindak dugaan pelanggaran kampanye yang menggunakan politisasai SARA.

"Orang tidak pernah mau tahu kami dibatasi oleh regulasi, yang orang tahu tidak boleh ada politisasi SARA," ujarnya.

Baca Juga: KPU Bantah Kebocoran Data, Gandeng Polri Mengusut Pelaku yang Seolah-olah Menyatakan DPT 2019 Bocor

Politik identitas atau SARA merupakan kampanye hitam yang mudah dikerjakan dan digunakan dengan biaya yang murah.

Itu sebabnya tindakan pencegahan harus bisa mengantisipasi kemungkinan penggunaan politik identitas/SARA selama tahapan Pemilu 2024.

"Politisasi SARA ini, menjadi isu yang sangat mudah digunakan, mudah untuk menggerakkan, murah biayanya, dan cepat responnya dalam situasi kita hari ini," ujarnya.

Pekan lalu Bawaslu menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Penyusunan Agenda Pencegahan Politisasi Sara dan Hoax Pada Pemilu Tahun 2024.

Baca Juga: Setelah 1,3 Milyar Data Registrasi SIM Card, Hacker Kini Tawarkan 105 Juta Data Warga Indonesia dari KPU

Yang hadir dalam DKT tersebut adalah perwakilan Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia, dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, Bawaslu Provinsi Banten, serta Bawaslu Provinsi Jawa Barat.

Lolly mengatakan perlibatan tokoh agama sebelum tahapan kampanye bertujuan membentengi ummat.

Selain itu, keberadaan tokoh agama selama Pemilu dapat menenangkan situasi krisis.

Tokoh agama juga, lanjutnya, bisa memberi penjelasan apabila terjadi disinformasi yang berhubungan dengan politisasi SARA.

Baca Juga: Sipol Disebut Tak Jelas, KPU Paparkan Posisi Alat Bantu dan Manajemen Parpol dalam Pendaftaran Pemilu 2024

"Organisasi keagamaan menjadi garda terdepan untuk memastikan seluruh proses informasi yang diterima umatnya," tuturnya.

Lolly berharap organisasi keagamaan bisa bergabung dalam komunitas tersebut.

Sehingga komunitas digital kepemiluan dan organisasi keagamaan bisa bekerja secara bersama-sama untuk mengantisipasi politisasi SARA berbasis penyebaran informasi di media digital.

"Targetnya, informasi yang benar menutupi disinformasi atau berita bohong. Sehingga Pemilu 2024 tidak dikuasi oleh politik SARA" pungkasnya.***

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler