Apakah Kampanye di Kampus Najis? Waketum PKB Beri Pencerahan Kenapa Tempat Pendidikan Jadi Ajang Adu Gagasan

- 9 November 2022, 20:12 WIB
Ketua DPP Garda Bangsa PKB Tommy Kurniawan (kiri) dan Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid (kanan) di acara Diskusi Publik Fraksi PKB MPR RI di Jakarta, Rabu, 9 November 2022
Ketua DPP Garda Bangsa PKB Tommy Kurniawan (kiri) dan Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid (kanan) di acara Diskusi Publik Fraksi PKB MPR RI di Jakarta, Rabu, 9 November 2022 /Arif Rahman/Jurnalmedan.com

JURNAL MEDAN - Waketum PKB Jazilul Fawaid menilai larangan kampanye di kampus hingga rumah ibadah sebagai upaya menjauhkan anak muda dan milenial dari dunia politik.

Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul Fawaid, mengaku aneh dengan aturan larangan kampanye di kampus hingga rumah ibadah.

Menurut dia, kampus adalah tempat berkumpulnya Milenial dan Gen Z sementara rumah ibadah di desa-desa sudah sejak dulu dijadikan sebagai tempat berkumpul.

Baca Juga: PKB: Larangan Kampanye di Kampus Bikin Anak Muda dan Milenial Apatis, Buta Politik, Ini Pesan Untuk KPU

"Kok aneh kampanye tidak boleh di kampus dan tempat ibadah. Itu aneh menurut saya," kata Gus Jazil dalam diskusi publik Fraksi PKB MPR RI di Jakarta, Rabu, 9 November 2022.

PKB, kata dia, memiliki massa raksasa di desa-desa yang menjadikan mesjid sebagai ajang untuk berkumpul serta mendapatkan ilmu dan informasi.

Sementara kampanye di kampus sekarang disebut sebagai tempat untuk perang politik identitas dan Sara. Padahal kampus dan sekolah adalah tempat mendidik.

"Saya bilang kita ini, yang saya tau politik dengan agama di Indonesia ini sudah tuntas. Kenapa harus dipisahkan? Dianggap agama sebagai pengganggu?" ujarnya.

Baca Juga: KPU Ingatkan Syarat Dukungan Mendaftar Calon Anggota DPD RI, Termasuk Penggunaan Platform Digital Silon DPD

"Artinya agama dan tempat ibadah tidak diakui sebagai tempat yang layak untuk melakukan kira-kira politik yang damai, malah diusir," tegasnya.

Gus Jazil menceritakan pengalamannya saat berkampanye di Dapil melalui mesjid. Ketika itu satu-satunya tempat yang layak adalah mesjid dan Musholla.

Sementara di setiap pesantren atau kampus terdapat aula yang kebanyakan mendapatkan bantuan dari pemerintah.

"Itu saya dilaporkan kampanye di mesjid, dia (warga) semua aktivitasnya, mau kumpul apapun ya di mushola itu. Artinya mushola itu hanya sebuah nama, sebenarnya fungsinya tempat serbaguna."

Baca Juga: Lagi, KPU Gelar Sosialisasi Sipol Untuk Vermin Perbaikan 5 Parpol yang Gugatannya Dikabulkan Bawaslu

Lain halnya dengan fasilitas Pemerintah yang tentu saja dilarang keras untuk kampanye dan mengajak memilih. Terkait hal ini Gus Jazil sangat setuju.

"Saya terus terang, kalo begini aturannya, apa sih yang dikhawatirkan kampanye di kampus? Katanya kita ingin mendirikan politik? Katanya agama sumber perdamaian? Dijauhkan dari politik atas nama perang antar agama? dari mana itu?," jelasnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin melihat gejala apolitik mulai muncul di kalangan pemilih muda.

Menurut dia, persoalan ini harus segera ditemukan akar permasalahannya. Problem pertama menurut Yanuar adalah minimnya sosialisasi.

Baca Juga: Relawan Menjamur di Tahapan Pemilu 2024, Bawaslu Izinkan Sosialisasi Visi Misi, Bedakan Dengan Kampanye

Saat ini, kata Yanuar, terdapat semacam kesalahpahaman di kalangan penyelenggara pemilu dan pemerintah. Akibatnya sosialisasi masih kurang atau tidak efektif.

"Itu anggaran sosialisasi besar, tetapi dampaknya masih minim," kata dia.

Masalah selanjutnya adalah kurikulum politik di sekolah-sekolah tidak masuk pelajaran sehingga tidak ada update soal perkembangan politik di dunia sekolah/kampus.

"Ini berbahaya kalau dibiarkan ke depannya. Kurikulum sekolah harus mempertimbangkan soal politik ini karena kampus itu mimbar akademik, tempat diskusi serius," ujarnya.

Baca Juga: Menteri Boleh Maju Capres 2024 Tanpa Mundur, Bawaslu Bakal Petakan Potensi Penyalahgunaan Wewenang

Yanuar juga melihat perubahan orientasi di kalangan anak muda yang membuat mereka menjauh dari dunia politik.

Hal-hal seperti pop culture, misalnya, menjalani hidup mewah, gaya hidup instan tapi sukses, menyukai kebebasan tidak mau diatur, hingga menjadi lebih individual.

Sedangkan dunia politik mengajarkan orang-orang berkolaborasi, bekerja sama, berorganisasi, bersuara, hingga meningkatkan kesejahteraan.

Ketua DPP Garda Bangsa PKB Tommy Kurniawan melihat kaum milenial mulai apatis terhadap politik sehingga perlu dilakukan perubahan total.

Baca Juga: Pelanggaran Pemilu Kini Bisa Dilaporkan Via Aplikasi SiGapLapor, Bawaslu Jamin Ketersediaan Data dan Informasi

Kata dia, kalau tempat-tempat diskusi di kampus diadakan dan dihidupkan lagi, maka ini lebih baik di tengah era gelombang informasi.

"Perubahan persepsi untuk meraih pemilih muda itu harus dilakukan secepatnya," kata Tommy Kurniawan.***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x