Baca Juga: KPU RI Terapkan SOP Keamanan Jika Kantor Pusat Didemo Parpol, Termasuk Koordinasi Dengan Polisi
Di samping itu, minimnya akses yang diberikan KPU kepada Bawaslu pada tahapan verifikasi faktual partai politik menjadikan ketiadaan proses pengawasan yang ideal dan menambah yakin bahwa pelaksanaan verifikasi faktual partai politik berada di ruang yang gelap.
Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu yang bertugas melakukan pengawasan memerlukan akses yang setara dengan KPU untuk dapat menilai apakah proses pelaksanaan verifikasi faktual partai politik telah sesuai dengan ketentuan dan prinsip yang ada.
Jika data-data persyaratan partai politik tidak terbuka, hal ini justru menimbulkan kecurigaan publik, apakah proses verifikasi faktual yang dilakukan telah berjalan sesuai dengan regulasi (UU Pemilu dan Peraturan KPU) dan prinsip-prinsip kepemiluan yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien dan aksesibel.
Tertutupnya data-data hasil proses verifikasi faktual, jelas bertentangan dengan semangat Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 yang menyatakan proses verifikasi administrasi dan faktual bertujuan untuk melakukan penyederhanaan jumlah partai politik, namun penyederhanaan tidak dapat dilakukan dengan memberlakukan syarat-syarat yang berlainan kepada masing-masing partai politik.
Penyederhanaan partai politik dapat dilakukan dengan menentukan syarat-syarat administratif tertentu untuk mengikuti pemilihan umum. Jika data tidak dibuka, semangat untuk mengawal dan memastikan bahwa proses verifikasi telah sesuai dengan tujuannya sangat sulit dilakukan.
Potensi Kecurangan
Pasca Sipol diluncurkan, KPU sebagai Penyelenggara Pemilu menutupi akses informasi perkembangan verifikasi partai politik kepada masyarakat.
Bagaimana tidak, jika dilihat, kanal tersebut praktis hanya bisa diakses oleh partai politik semata. Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).