Baca Juga: KPU Petakan TPS Lokasi Khusus Melibatkan 7 Kementerian, Datanya Terus Bergerak
Kedua, Kotak Suara Keliling (KSK) yang merupakan pelayanan pemungutan suara bagi Pemilih dengan cara mendatangi tempat-tempat Pemilih berkumpul, bekerja dan/atau bertempat tinggal dalam satu kawasan.
Ketiga, melalui pos yang merupakan pelayanan pemungutan suara bagi Pemilih yang tidak dapat memberikan suara di TPS yang telah ditentukan.
"Tapi paling penting itu menginformasikan dan sebenarnya memilih di luar negeri bagaimana agar metodenya mudah. Tantangan sosialiasi adalah bagaimana pemilu ini diinformasikan tepat sasaran," jelas Yulianto.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menceritakan pengalamannya saat pernah memilih dan mengikuti Pemilu di luar negeri tahun 2009.
Bagja pernah menjadi anggota PPI ketika ia menuntut ilmu di Universitas Utrecht dan merasakan bagaimana rasanya menjadi pemilih di negeri orang.
Menurut dia, pelajar/mahasiswa di luar negeri lebih banyak memilih di TPS daripada menggunakan metode pos atau mencoblos melalui kotak suara keliling.
"Seharusnya sosialisasi di 2019, pengawasan di luar negeri lebih baik dan kalau (dibandingkan) di tahun 2009 itu pengawasan hampir tidak terasa. (Tahun) 2019 itu sudah terasa ada pengawasan. Biasanya 3 pengawas per negara atau per daerah ya, sesuai jumlah WNI di luar negeri," jelas Bagja.
Meski demikian, secara keseluruhan Bagja melihat persoalan Pemilu di luar negeri lebih banyak kepada pekerja migran ketimbang pelajar/mahasiswa.