Survei PPI Italia: 94,6 Persen Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Mengaku Ingin Ikut Pemilu 2024

- 20 Januari 2023, 22:41 WIB
PPI Italia bekerja sama dengan Koalisi Pewarta Pemilu (KPP) merilis hasil survei bertajuk Persiapan, Tingkat Partisipasi, dan Tantangan Pemilu 2024
PPI Italia bekerja sama dengan Koalisi Pewarta Pemilu (KPP) merilis hasil survei bertajuk Persiapan, Tingkat Partisipasi, dan Tantangan Pemilu 2024 /Screenshot

JURNAL MEDAN - Survei Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Italia menyatakan tingkat partisipasi pelajar/mahasiswa Indonesia di luar negeri mengikuti Pemilu 2024 sangat tinggi.

Survei PPI Italia berkolaborasi dengan Koalisi Pewarta Pemilu (KPP) digelar pada 10-17 Januari 2023 melibatkan 119 responden pelajar/mahasiswa Indonesia di luar negeri.

"Survei ini hanya sebagai pemantik awal bahwa ada kebutuhan untuk meningkatkan partisipasi, tetapi informasi dan literasi minim," kata salah satu peneliti PPI Italia Erwin Natosmal Oemar saat pemaparan hasil survei, Jumat, 20 Januari 2023.

Baca Juga: PSMS Medan Tanggapi Positif Owner Club Meeting Liga 2, Berharap Kompetisi Bergulir Lagi

Data hasil survei menyatakan tingkat partisipasi pelajar/mahasiswa untuk ikut dan mencoblos di Pemilu 2024 sangat tinggi di angka 94,6 persen.

Sayangnya pengetahuan mereka untuk mendapatkan informasi tentang Pemilu sangat rendah. Fakta ini dibenarkan oleh 84,03 persen responden.

Salah satu yang perlu mendapatkan perhatian penyelenggara pemilu adalah rendahnya pemahaman tentang cara/metode memberikan suara di luar negeri, di mana 77,31 persen responden mengakui demikian.

Sementara tantangan utama penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) dalam memastikan kualitas dan kuantitas partisipasi para pelajar/mahasiswa di luar negeri adalah soal ketersediaan informasi. Hal ini dibenarkan 57,63 persen responden.

Baca Juga: Antisipasi Politik Uang, Ketua MPR Minta KPU dan Bawaslu Pantau Pengumpulan Dana Kampanye

"Setelah itu berturut-turut: jarak (32,29 persen) dan waktu (5,93 persen)," kata Erwin.

Selanjutnya, jika hak mereka terlanggar, sebagian besar pelajar/mahasiswa tidak tahu bagaimana caranya memberikan komplain.

Bagaimana mengklaim jika terjadi pelanggaran terhadap pelajar/mahasiswa yang berada di luar negeri saat mengikuti Pemilu. Fakta ini diakui oleh 87,39 persen responden.

"Isu pelanggaran dan pengawasan ini harus menjadi perhatian besar bagi para penyelenggara pemilu, terutama Bawaslu," ujar Erwin.

Baca Juga: Ini Deretan Modus Pelanggaran Dana Kampanye di Pemilu, KPU dan PPATK Siapkan Langkah Pencegahan

Edukasi Voter

Anggota KPU RI Yulianto Sudrajat mengatakan persoalan sosialisasi dan luasnya wilayah kepemiluan ditambah sebaran WNI di luar negeri menjadi tantangan di setiap Pemilu.

"Ini tantangan dari pemilu ke pemilu dan kita terus lakukan perbaikan, maka edukasi voter ini sangat penting serta penyebarluasan informasi," ujar Yulianto Sudrajat.

Sejauh ini KPU menerapkan tiga tata cara pemilihan. Pertama melalui Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN).

TPSLN adalah pelayanan pemungutan suara bagi Pemilih dengan cara mendatangi tempat pemungutan suara pada titik yang telah ditentukan oleh KPU melalui PPLN.

Baca Juga: KPU Petakan TPS Lokasi Khusus Melibatkan 7 Kementerian, Datanya Terus Bergerak

Kedua, Kotak Suara Keliling (KSK) yang merupakan pelayanan pemungutan suara bagi Pemilih dengan cara mendatangi tempat-tempat Pemilih berkumpul, bekerja dan/atau bertempat tinggal dalam satu kawasan.

Ketiga, melalui pos yang merupakan pelayanan pemungutan suara bagi Pemilih yang tidak dapat memberikan suara di TPS yang telah ditentukan.

"Tapi paling penting itu menginformasikan dan sebenarnya memilih di luar negeri bagaimana agar metodenya mudah. Tantangan sosialiasi adalah bagaimana pemilu ini diinformasikan tepat sasaran," jelas Yulianto.

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menceritakan pengalamannya saat pernah memilih dan mengikuti Pemilu di luar negeri tahun 2009.

Baca Juga: CLEAR! Putri dan Keluarga Hasnaeni Meminta Maaf Kepada Ketua KPU RI Terkait Tuduhan Pelecehan Seksual

Bagja pernah menjadi anggota PPI ketika ia menuntut ilmu di Universitas Utrecht dan merasakan bagaimana rasanya menjadi pemilih di negeri orang.

Menurut dia, pelajar/mahasiswa di luar negeri lebih banyak memilih di TPS daripada menggunakan metode pos atau mencoblos melalui kotak suara keliling.

"Seharusnya sosialisasi di 2019, pengawasan di luar negeri lebih baik dan kalau (dibandingkan) di tahun 2009 itu pengawasan hampir tidak terasa. (Tahun) 2019 itu sudah terasa ada pengawasan. Biasanya 3 pengawas per negara atau per daerah ya, sesuai jumlah WNI di luar negeri," jelas Bagja.

Meski demikian, secara keseluruhan Bagja melihat persoalan Pemilu di luar negeri lebih banyak kepada pekerja migran ketimbang pelajar/mahasiswa.

Baca Juga: KPU dan Bawaslu Beda Pendapat Terkait Sosialisasi, Pengamat Minta Arahannya Harus Jelas dan Tegas, Jangan Liar

"Sebenarnya yang paling banyak masalah ini di negara-negara yang banyak PMI-nya, bukan negara yang banyak mahasiswanya. Pasti anak-anak PPI sudah tahu soal ini. Nah sosialisasi kurang juga ini," kata dia.***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x