"Misal pendaftar via SIAKBA ada 1 juta kemudian yang lolos hanya 200 ribu, maka pastikan ini benar-benar orang yang sangat potensial. Nah, yang gak lolos PPS dan PPK itu bisa jadi staf," kata Cak Masykur.
Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Ahsanul Minan mengatakan dua isu penting dalam rekrutmen PPS dan PPK adalah daya tahan dari penyelenggara pemilu adhoc dan integritas.
Menurut dia, pada saat perhitungan suara, badan adhoc PPK, PPS, dan KPPS diuji secara fisik dan mental, termasuk integritas seperti godaan suap.
"Yang berat membuat salinan berita acara (hasil perhitungan suara). Di situ bukan hanya perlu daya tahan fisik, tapi juga integritas," kata Minan.
Proses perhitungan suara di TPS butuh waktu cukup lama dan rumit. Itu sebabnya KPU mempertimbangkan jumlah pemilih di TPS.
KPU, kata dia, ditantang untuk bisa merekrut individu-individu yang akan menjadi anggota badan adhoc penyelenggara pemilu, tidak hanya kuat secara fisik, tapi berintegritas.
"Guna menghindari kejadian meninggalnya 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Pemilu 2019," kata Minan.***