Ketiga, mengurangi populisme politik atau fenomena ketika pemilih menentukan pilihan berdasarkan popularitas calon, bukan kualitas calon.
Keempat, dengan meninggalkan sistem proporsional terbuka, partai diharapkan bersungguh-sungguh menyiapkan kadernya yang akan duduk di parlemen.
"Sebab peran lembaga legislatif itu secara konstitusional sangat besar, sehingga kualitas mereka tentu akan menentukan, tidak hanya kualitas produk legislasi, tapi juga berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara," ujarnya.
Kelima, Muhammadiyah berharap ada penguatan institusi parpol sebagai lembaga yang mendidik dan menyiapkan negarawan jika sistem proporsional terbuka terbatas diterapkan.
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol, bukan caleg.
Di kertas suara hanya terpampang nama partai. Siapa calon yang akan menduduki kursi parlemen ditentukan sepenuhnya oleh partai.
Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun caleg yang diinginkan.
Sistem proporsional terbuka ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009.
Sedangkan sistem terbuka terbatas, pemilih dapat mencoblos caleg ataupun parpolnya.