Pasalnya, putusan ini membuat Pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai agenda konstitusional.
Misalnya, jabatan presiden RI berakhir pada 20 Oktober 2024, dan tidak ada pelantikan presiden yang baru berdasarkan mandat rakyat melalui suatu pemilihan umum yang legitimate.
UUD 1945 tidak memberikan jalan keluar jika Pemilu tidak dapat dilaksanakan tepat waktu, atau tidak ada presiden yang terpilih sesuai agenda Pemilu yang telah ditetapkan, ini akan menjadi suatu keadaan kebuntuan konstitusional.
"Ini sangat riskan, dan taruhannya terlalu mahal, itu salah satu impact yang cukup serius jika mengikuti nalar dari putusan ini," ujarnya.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati meminta KPU jangan terjebak dengan putusan PN Jakpus.
Apalagi tahapan pemilu saat ini sudah memasuki pencocokan dan penelitian (coklit) serta verfikasi faktual perseorangan calon DPD.
"Putusan PN Jaksel membawa malapetaka untuk demokrasi ke depan dengan melanggar konstitusi secara prosedur, KPU memang perlu melakukan banding," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari telah menyatakan akan melakukan banding terhadap putusan PN Jakpus.
Baca Juga: Survei Median: 73,2 Persen Netizen Tak Ingin Penundaan Pemilu, Dilaksanakan Sesuai Jadwal dari KPU