Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Ada Ruang Gelap Verifikasi Faktual Partai Politik: Tolak Pemilu Curang!

- 11 Desember 2022, 18:49 WIB
Foto: Proses Situng KPU RI pada Pemilu 2019. Situng merupakan salah satu sistem elektronik atau sistem informasi dalam tahapan Pemilu
Foto: Proses Situng KPU RI pada Pemilu 2019. Situng merupakan salah satu sistem elektronik atau sistem informasi dalam tahapan Pemilu /Dok. Istimewa

JURNAL MEDAN - Koalisi Masyarakat Sipil menduga terdapat ruang gelap dalam proses tahapan verifikasi faktual (Verfak) parpol peserta Pemilu 2024.

Dalam keterangan kepada awak media pada Minggu 11 Desember 2022, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan dengan tegas menolak Pemilu 2024 curang.

Berikut keterangan lengkap resmi Koalisi Masyarakat Sipil kepada awak media:

Baca Juga: Anggota KPU RI 2012-2017 Tanggapi Ketua MPR RI Sebut Penundaan Pemilu, Ternyata Hasil Survei Dipelintir

Sejak 14 Oktober hingga 9 November 2022, KPU sudah melakukan verifikasi faktual kepengurusan dan keanggotaan partai politik peserta pemilu.

Hasilnya, 9 (sembilan) partai politik yang telah diverifikasi faktual tersebut, dinyatakan Belum Memenuhi Syarat (BMS) oleh KPU dan diberikan waktu masa perbaikan persyaratan kepengurusan dan keanggotaan partai politik pada 10 November-23 November 2022. 

Pada proses pengumuman BMS partai-partai politik tersebut, KPU tidak merinci secara detail informasi dari masing-masing partai politik, tentang persyaratan apa yang tidak terpenuhi.

Selain itu, akses informasi terhadap persyaratan yang dinyatakan belum memenuhi syarat juga tidak dibuka kepada publik oleh KPU. 

Baca Juga: Ketua KPU RI Berharap Perppu Terbit Sebelum Pengumuman Parpol Peserta Pemilu 2024 Tanggal 14 Desember 2022

Padahal keterbukaan informasi tentang syarat mana saja yang dipenuhi dan tidak dipenuhi oleh partai politik, merupakan informasi terbuka agar publik dapat ikut mengawasi proses tahapan verifikasi faktual partai politik.

Pasca perbaikan tersebut, Hari Rabu, 14 Desember 2022 KPU akan mengumumkan dan melakukan penetapan partai politik peserta pemilu 2024 dari hasil perbaikan yang telah dilakukan.

Ruang Gelap

Penggunaan sistem informasi partai politik (Sipol) sebagai platform pendaftaran, verifikasi dan penetapan partai politik patut diapresiasi penggunaannya.

Melalui Sipol, publik dapat mengecek secara langsung, apakah NIK dan namanya dicatut atau tidak oleh partai politik.

Baca Juga: Tak Lolos Vermin, Dua Parpol Minta KPU RI Diaudit Hingga Sipol, Begini Jawaban Komisioner Idham Holik

Namun, Sipol sebagai platform yang terbuka, tidak diimbangi dengan penyajian data dan informasi yang luas oleh KPU.

Sehingga, Sipol tidak dapat memberikan informasi yang terbuka dari setiap detail dan perkembangan tahapan verifikasi partai politik peserta pemilu. 

KPU sebagai penyelenggara pemilu memiliki kewajiban untuk memberikan informasi kepada publik, tentang apa saja syarat-syarat yang kurang dan terpenuhi dari sembilan partai politik yang dinyatakan BMS.

Mengingat persyaratan partai politik menjadi peserta pemilu sangat berat, keterbukaan data dan informasi seharusnya menjadi satu tanggungjawab KPU sebagai pelaksana proses verifikasi faktual partai politik. 

Baca Juga: KPU RI Terapkan SOP Keamanan Jika Kantor Pusat Didemo Parpol, Termasuk Koordinasi Dengan Polisi

Di samping itu, minimnya akses yang diberikan KPU kepada Bawaslu pada tahapan verifikasi faktual partai politik menjadikan ketiadaan proses pengawasan yang ideal dan menambah yakin bahwa pelaksanaan verifikasi faktual partai politik berada di ruang yang gelap.

Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu yang bertugas melakukan pengawasan memerlukan akses yang setara dengan KPU untuk dapat menilai apakah proses pelaksanaan verifikasi faktual partai politik telah sesuai dengan ketentuan dan prinsip yang ada.

Jika data-data persyaratan partai politik tidak terbuka, hal ini justru menimbulkan kecurigaan publik, apakah proses verifikasi faktual yang dilakukan telah berjalan sesuai dengan regulasi (UU Pemilu dan Peraturan KPU) dan prinsip-prinsip kepemiluan yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien dan aksesibel.

Tertutupnya data-data hasil proses verifikasi faktual, jelas bertentangan dengan semangat Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 yang menyatakan proses verifikasi administrasi dan faktual bertujuan untuk melakukan penyederhanaan jumlah partai politik, namun penyederhanaan tidak dapat dilakukan dengan memberlakukan syarat-syarat yang berlainan kepada masing-masing partai politik.

Baca Juga: KPU Tak Perlu Konsultasi Putusan MK Soal Eks Napi Korupsi Jadi Caleg, Komisi II: Langsung Aja Masuk PKPU

Penyederhanaan partai politik dapat dilakukan dengan menentukan syarat-syarat administratif tertentu untuk mengikuti pemilihan umum. Jika data tidak dibuka, semangat untuk mengawal dan memastikan bahwa proses verifikasi telah sesuai dengan tujuannya sangat sulit dilakukan.

Potensi Kecurangan

Pasca Sipol diluncurkan, KPU sebagai Penyelenggara Pemilu menutupi akses informasi perkembangan verifikasi partai politik kepada masyarakat.

Bagaimana tidak, jika dilihat, kanal tersebut praktis hanya bisa diakses oleh partai politik semata. Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Apalagi informasi perkembangan verifikasi faktual partai politik tidak tergolong sebagai informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU KIP.

Baca Juga: Aktivasi Akun Silon DPD Tak Sembarangan, Bakal Calon Ajukan Surat Permohonan yang Akan Diverifikasi KPU

Bukan cuma itu, rezim ketertutupan KPU ini juga melanggar Pasal 3 huruf f dan i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait prinsip Terbuka dan Akuntabel penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh KPU. 

Pada bagian lain, tertutupnya akses masyarakat terhadap Sipol yang dilakukan oleh KPU juga turut menyinggung prinsip Penyelenggara Pemilu seperti tertuang dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum (PerDKPP 2/2017).

Lebih spesifik, tindakan menutupi akses Sipol melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf d, Pasal 6 ayat (3) huruf d, dan Pasal 6 ayat (3) huruf i PerDKPP 2/2017 tentang Akuntabel, Terbuka, dan Kepentingan Umum. 

Dugaan pelanggaran di atas tentu menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat, salah satunya menyoal kebenaran proses verifikasi faktual partai politik.

Baca Juga: Dilatih Polda Metro Jaya, KPU RI Didik Pamdal Jadi Pasukan Jagat Saksana Antisipasi Kericuhan Pemilu 2024

Bukan tidak mungkin, di dalam rezim ketertutupan tersebut terdapat oknum-oknum yang berupaya untuk menguntungkan partai politik tertentu dengan cara meloloskannya menjadi Peserta Pemilu.

Untuk lebih memudahkan, berikut pola kecurangan yang mungkin terjadi selama proses verifikasi faktual partai politik.

Pertama, partai politik yang dianggap tidak memenuhi syarat menggunakan praktik-praktik kecurangan, misalnya menyuap penyelenggara pemilu agar diloloskan sebagai Peserta Pemilu tahun 2024 mendatang. 

Kedua, adanya intervensi atau bahkan intimidasi dari struktural KPU RI kepada penyelenggara pemilu di daerah untuk meloloskan partai politik tertentu.

Baca Juga: Pelapor Zulhas Yakin Laporan Dugaan Pelanggaran Kampanye Anies Baswedan di Bawaslu Bakal Ditolak

Praktik lancung ini menjadi hal yang sangat mungkin terjadi dan bentuknya bisa beragam, mulai dari rotasi pegawai KPU, pengurangan anggaran, atau bahkan ancaman untuk tidak memilih jajaran struktural penyelenggara pemilu daerah saat pemilihan tahun 2023 mendatang. 

Melihat kemungkinan terburuk sebagaimana digambarkan di atas, maka pihak Penyelenggara Pemilu dapat ditindak, baik secara hukum maupun etik, jika melakukannya.

Dari aspek hukum pidana, struktural KPU yang menerima suap dari peserta verifikasi partai politik dapat dikenakan delik penyuapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan dari aspek etika, jajaran KPU dapat dikenakan Pasal 8 huruf a, Pasal 10 huruf a, Pasal 15 huruf d, dan Pasal 19 huruf f PerDKPP 2/2017 tentang prinsip Mandiri, Adil, Profesional, dan Kepentingan Umum. 

Baca Juga: Anies Baswedan Dilaporkan Dugaan Pelanggaran Kampanye dan Politik Identitas, Bawaslu: Laporan Belum Lengkap

Kejanggalan pada tahapan verifikasi partai politik sudah terlihat sejak munculnya pelanggaran yang dilakukan KPU pada tahapan verifikasi partai politik yang hadir sejak awal bergulirnya tahapan ini.

Perlu diingat, bahwa Bawaslu Provinsi sempat mengeluarkan puluhan putusan yang menyatakan KPU Kabupaten/Kota telah melakukan pelanggaran administrasi akibat dilakukannya video call pada saat verifikasi administrasi keanggotaan partai politik, yang jika diusut lebih jauh pelaksanaan video call tersebut merupakan instruksi langsung dari Ketua KPU RI via komunikasi whatsapp.

Dengan kata lain, hal tersebut membuktikan adanya ketidakprofesionalan KPU dalam menjalankan tahapan verifikasi partai politik ini.

Urgensi masyarakat untuk mendesak tahapan Pemilu dilaksanakan dengan mengedepankan nilai integritas merupakan hal wajar.

Baca Juga: Bawaslu Temukan 96 Dugaan Pelanggaran Administrasi Jelang Berakhirnya Tahapan Verfak Perbaikan 7 Desember 2022

Mengingat anggaran yang digelontorkan untuk mendanai pesta demokrasi mendatang terbilang besar, yakni mencapai Rp 76,6 triliun. Atas dasar itu, rezim ketertutupan semacam ini sebaiknya dihindari oleh penyelenggara pemilu. 

Pembukaan Pos Pengaduan

Berdasar penjelasan disertai dengan kekhawatiran akan potensi kecurangan verifikasi faktual partai politik di atas, Koalisi Masyarakat Sipil membuka Pos Pengaduan kepada masyarakat atau penyelenggara pemilu daerah.

Pos Pengaduan ini dibuka dari tanggal 11 Desember 2022 sampai 18 Desember 2022.

Nantinya informasi yang didapatkan dari Pos Pengaduan ini akan diteruskan ke pemangku kepentingan, salah satunya DKPP. Sehingga, tindak lanjut dari pengaduan itu dapat dikawal, dan dipastikan penanganannya objektif, transparan, dan akuntabel. 

Baca Juga: Bawaslu Petakan Potensi Kerawanan Distribusi Logistik Pemilu 2024 Hingga Melacak Perusahaan Pemenang

Atas dasar hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak : 

1. KPU harus membuka seluruh data syarat kepesertaan partai politik calon peserta pemilu mulai dari tahapan verifikasi administrasi hingga verifikasi faktual.

2. KPU harus melakukan verifikasi faktual sesuai dengan UU Pemilu, Peraturan KPU dan prinsip-prinsip verifikasi yang berlaku selama ini.

3. Bawaslu untuk membuka hasil pengawasan verifikasi partai politik secara transparan kepada publik

Baca Juga: Lawan Hoaks di Pemilu 2024, KPU dan Bawaslu Ditantang Bikin Transparansi Kampanye Kandidat di Media Sosial

4. Bawaslu harus melakukan prosedur penanganan pelanggaran sesuai UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu terhadap seluruh temuan dan laporan pelanggaran verifikasi partai politik secara profesional dan akuntabel

Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari CSO seperti Perludem, ICW, Netgrit, PSHK, CALS, FIK Ornop, Pusako UNAND, Themis Indonesia, dan AMAR Law Firm. *** 

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah