Ini Penjelasan PBNU dan Muhammadiyah Soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup

- 4 Januari 2023, 14:54 WIB
Konferensi pers usai silaturahmi KPU RI ke PBNU
Konferensi pers usai silaturahmi KPU RI ke PBNU /Arif Rahman/Jurnalmedan.com

JURNAL MEDAN - Ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengungkapkan pendapatnya terkait sistem Pemilu proporsional tertutup.

Gus Yahya yang berbicara usai menerima silaturahmi pimpinan KPU RI mengatakan dirinya punya pendapat pribadi terkait hal tersebut.

"Saya punya pendapat pribadi soal itu, tapi kalau pendapat institusi itu memang belum ada," kata Gus Yahya di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu 4 Januari 2023.

Baca Juga: PBNU Siap Sukseskan Pemilu 2024, Gus Yahya: Pemilu Gak Pakai Baper-baperan, Tak Ada Pertarungan yang Absolut

Menurut dia, sistem proporsional tertutup Pemilu secara teoritis bisa mengurangi hak langsung dari pemilih.

Pasalnya, kata Gus Yahya, di dalam sistem proporsional tertutup pemilih tidak bisa memilih orang per orang di antara calon yang ada.

Dengan begitu terjadi jarak antara caleg dan pemilih. Namun secara umum Gus Yahya berpendapat terkait sistem pemilu ini silakan disepakati bersama oleh para pemain.

"Tapi secara umum, silahkan disepakati di antara para pemain yang terlibat dan terapkan berdasarkan kesepakatan bersama," kata Gus Yahya.

Baca Juga: Dinginkan Tensi di Awal 2023, KPU RI Silaturahmi ke Muhammadiyah dan PBNU Hingga Audiensi PGI, KWI dan Matakin

Sehari sebelumnya Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti juga mengungkapkan pendapatnya terkait sistem proporsional tertutup maupun terbuka.

Muhammadiyah punya dua opsi terkait sistem pemilihan calon anggota legislatif (Caleg) yakni diganti menjadi proporsional tertutup, atau proporsional terbuka terbatas.

Sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini menurut Abdul Mu'ti mengandung sejumlah masalah.

Sementara sistem proporsional terbuka terbatas menjadikan suara pemilih masih terakomodasi.

Baca Juga: Jawaban Ketua KPU RI Terkait Tudingan Koalisi Masyarakat Sipil Soal Intimidasi KPUD Hingga Pembakaran Mobil

Dengan demikian, masih ada peluang bagi caleg terpilih meski tidak berada di nomor urut yang teratas.

Sistem proporsional terbuka terbatas juga bisa membenahi beberapa persoalan yang menjadi kekurangan sistem proporsional terbuka.

"Pertama, kanibalisme politik atau saling jegal antar calon dapat dikurangi," kata Abdul Mu'ti di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa, 3 Januari 2023.

Kedua, praktik politik uang dapat dikurangi karena selama ini calon yang bisa maju adalah yang punya modal banyak.

Baca Juga: Potensi Konflik Tinggi, KPU Minta Bantuan Pemda Jaga Kondusifitas Rekrutmen Anggota KPUD 2023, 2024, dan 2025

Ketiga, mengurangi populisme politik atau fenomena ketika pemilih menentukan pilihan berdasarkan popularitas calon, bukan kualitas calon. 

Keempat, dengan meninggalkan sistem proporsional terbuka, partai diharapkan bersungguh-sungguh menyiapkan kadernya yang akan duduk di parlemen.

"Sebab peran lembaga legislatif itu secara konstitusional sangat besar, sehingga kualitas mereka tentu akan menentukan, tidak hanya kualitas produk legislasi, tapi juga berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara," ujarnya. 

Kelima, Muhammadiyah berharap ada penguatan institusi parpol sebagai lembaga yang mendidik dan menyiapkan negarawan jika sistem proporsional terbuka terbatas diterapkan.

Baca Juga: Eks Sekjen Partai Berkarya Bantah Ada Nego Ketua KPU RI Dengan Hasnaeni di Pendaftaran Peserta Pemilu 2024

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos parpol, bukan caleg.

Di kertas suara hanya terpampang nama partai. Siapa calon yang akan menduduki kursi parlemen ditentukan sepenuhnya oleh partai.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun caleg yang diinginkan.

Sistem proporsional terbuka ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009. 

Sedangkan sistem terbuka terbatas, pemilih dapat mencoblos caleg ataupun parpolnya.

Baca Juga: Peneliti BRIN Ingatkan KPU, Bawaslu, dan DKPP: Kepercayaan Publik Kunci Sukses Penyelenggaraan Pemilu 2024

Caleg yang memenangkan kursi parlemen ditentukan oleh Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) atau harga kursi. 

BPP dihitung dengan cara membagi jumlah suara sah di dapil dengan alokasi kursi di dapil tersebut.

Jika perolehan suara seorang caleg melampaui BPP, maka otomatis dia berhak atas satu kursi parlemen. 

Apabila tidak ada satu pun caleg yang perolehan suaranya melampaui BPP tapi suara partainya melampaui BPP, maka pemenang kursi ditentukan lewat nomor urut caleg di partainya.

Baca Juga: Reaksi Ketua Komisi II Usai Mendengar Pernyataan Ketua KPU RI Soal Pemilu 2024 Dengan Proporsional Tertutup

Jalan Tengah

Pakar kepemiluan Hadar Nafis Gumay mengatakan terdapat istilah dalam kepemiluan yang disebut sistem proposional campuran atau Mixed-member propotional (MMP).

Sistem ini menurut Hadar masih termasuk dalam kelompok sistem proposional, tetapi cara mengajukan calonnya dan memilihnya terbagi dua.

"Entah itu separoh dari anggota DPRD, misalnya, atau berapa persennya. Nah nanti sebagian itu adalah diajukan berdasarkan daftar tertutup yang dibuat oleh partai politik secara nasional," kata Hadar kepada wartawan, Senin, 2 Januari 2023.

Sederhananya, proses ini diawali dengan membuat daftar tertutup, kemudian yang satu lagi atau sebagian dipilih langsung oleh masyarakat di setiap Dapil-nya.

Baca Juga: Pemilu 2024 Banyak Aksi Saling Retas Akun Media Sosial, Yuk Belajar Dari Kebobolan Akun Instagram KPU Bali

Pada saat pencoblosan pemilih akan memilih dua kali yaitu memilih tanda gambar partai politik untuk secara nasional dan memilih calon di Dapil masing-masing.

"Jadi ini campurannya, ada daftar tertutup, tetapi ada daftar yang terbuka, dipilih langsung di setiap Dapil oleh warga masyarakat," kata Hadar.

Meski demikian, Hadar menegaskan MMP tidak bisa digunakan di Pemilu 2024 karena Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tergantung apa yang dimintakan.

"Jadi MMB, sistem proposional campuran itu baiknya ke depannya ya," ujarnya.

Baca Juga: Kendala Kualitas SDM dan Infrastruktur, KPU RI dan Kemendagri Izinkan ASN Jadi Petugas PPK dan PPS, Asalkan..?

Hadar mengingatkan bahwa untuk Pemilu 2024 sebaiknya tetap menjalani kesepakatan bersama yang ada saat ini menggunakan sistem proporsional terbuka.

Jika tetap memaksakan untuk mengubah sistem Pemilu 2024, maka akan menimbulkan kerumitan tersendiri karena tahapan sudah berjalan.

"Karena itu akan menimbulkan kerumitan tersendiri. Kita semua punya harapan seperti ini, partai-partai bersiap, penyelenggara bersiap, eh tau-tau ditengah jalan diubah, ini kan repot," pungkasnya.***

Editor: Arif Rahman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah