Dagelan Pemilu Ditunda, Pengamat Meradang, SATU SUARA MENOLAK! Penganjurnya PN Jakpus Lewat Putusan KOCAK

3 Maret 2023, 01:09 WIB
Lampu dan angka hitung mundur menuju hari H pencoblosan Pemilu 2024 di gedung KPU RI mati. /Arif Rahman/Jurnalmedan.com

JURNAL MEDAN - Pakar dan pengamat Kepemiluan meradang, satu suara. Penyebabnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan pemilu ditunda.

Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menanggapi putusan PN Jakpus terkait pemilu ditunda. Ia menyatakan siklus Pemilu setiap 5 tahun sekali adalah perintah Konstitusi.

Putusan Pengadilan seperti PN Jakpus menurut Titi jelas-jelas tidak bisa/tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Baca Juga: Komisi II Cuekin Putusan PN Jakpus, Ahmad Doli Kurnia: Yang Digugat Keputusan KPU, Putusannya Pemilu Ditunda

Titi menyebut Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Dengan demikian, PN yang memerintahkan penundaan Pemilu sampai 2025 merupakan pelanggaran terbuka terhadap amanat Konstitusi.

"Isi putusan yang aneh, janggal, dan mencurigakan," kata Titi kepada wartawan, Kamis, 2 Maret 2023.

Titi juga menjelaskan, sistem penegakan hukum Pemilu tidak mengenal mekanisme perdata melalui Pengadilan Negeri (PN) untuk menyelesaikan keberatan dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu.

Baca Juga: Lagi, Mahfud MD Tegaskan Tidak Ada Penundaan Pemilu: Saya Salah Seorang yang Bertanggung Jawab untuk Itu

Saluran yang bisa ditempuh partai politik hanya melalui sengketa di Bawaslu dan selanjutnya upaya hukum untuk pertama dan terakhir kali di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hal itu, kata Titi, diatur eksplisit dalam Pasal 470 dan 471 UU No. 7 Tahun 2017.

"Jadi bukan kompetensi PN Jakpus untuk mengurusi masalah ini, apalagi sampai memerintahkan penundaan Pemilu ke 2025," ujarnya.

Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi) dan Koordinator Komunitas Pemilu Bersih, menilai putusan PN Jakpus berlebihan dan melebihi kewenangan pengadilan.

Baca Juga: Partai Prima Menang Gugatan, PN Jakpus Perintahkan Pemilu Ditunda, KPU Tolak dan Tegaskan Banding

PN Jakpus, kata dia, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penundaan Pemilu. Jika putusan ini diikuti akan mengacaukan tahapan Pemilu.

"Karena itu, sudah tepat jika KPU akan melakukan banding," kata Jeirry.

Dalam kasus ini, kata dia, jika KPU dinilai melakukan kesalahan atau pelanggaran, cukup hak Partai Prima dalam tahapan verifikasi yang dipulihkan. Atau bisa juga KPU yang diberikan sangsinya.

"Tidak tepat jika masalahnya ada di tahapan verifikasi, tapi semua tahapan hatus ditunda," ujarnya lagi.

Baca Juga: Awas Coklit Ilegal, Joki Pantarlih Perlu Jadi Perhatian Bersama KPU Bawaslu

Sekjen KIPP Kaka Suminta menilai Putusan PN Jakpus meminta pemilu ditunda aneh dan ngawur, sehingga tidak bisa dilaksanakan

Kaka meminta KPU untuk tetap melaksanakan tahapan pemilu 2024 sebagaimana yang tertuang dalam PKPU 3 tahun 2022.

Kepada Bawaslu Kaka meminta terus mengawasi pelaksanan tahapan Pemilu, termasuk kepada pemerintah dan DPR untuk mengawal tahapan pemilu 2024.

"Kepada penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan pemilih di seluruh Indonesia dan berbagai negara untuk tetap fokus pada agenda tahapan pemilu 2024," kata Kaka dalam keterangannya.

Baca Juga: Eks Terpidana Boleh Nyaleg 5 Tahun Setelah Bebas Murni, KPU: Memudahkan Perumusan Norma PKPU Pencalonan

Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan putusan PN Jakpus tidak masuk akal.

"Kalau PN diberikan wewenang untuk membatalkan penyelenggaraan Pemilu bersifat nasional, bayangkan, itu artinya PN Fakfak, Padang Pariaman, Jambi, PN PN lainnya bisa menunda pemilu yang sifatnya nasional," kata dia.

Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menilai putusan PN Jakpus terkait penundaan Pemilu memiliki konsekuensi serius.

Berpotensi menciptakan kekacauan ketatanegaraan, di mana kekuasaan pemerintahan, baik presiden maupun lembaga negara lainya seperti DPR, DPD, MPR, akan kehilangan legitimasi.

Baca Juga: Bawaslu Ingatkan Timsel Netral, Dilarang Membawa Agenda Tertentu, Rekam Jejak dan Pengalaman Jadi Perhatian

Pasalnya, putusan ini membuat Pemilu tidak dapat diselenggarakan sesuai agenda konstitusional.

Misalnya, jabatan presiden RI berakhir pada 20 Oktober 2024, dan tidak ada pelantikan presiden yang baru berdasarkan mandat rakyat melalui suatu pemilihan umum yang legitimate.

UUD 1945 tidak memberikan jalan keluar jika Pemilu tidak dapat dilaksanakan tepat waktu, atau tidak ada presiden yang terpilih sesuai agenda Pemilu yang telah ditetapkan, ini akan menjadi suatu keadaan kebuntuan konstitusional.

"Ini sangat riskan, dan taruhannya terlalu mahal, itu salah satu impact yang cukup serius jika mengikuti nalar dari putusan ini," ujarnya.

Baca Juga: Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Diingatkan Agar Jangan Lagi Bikin Gaduh, Seperti Pernyataan Terkait Sistem Pemilu

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati meminta KPU jangan terjebak dengan putusan PN Jakpus.

Apalagi tahapan pemilu saat ini sudah memasuki pencocokan dan penelitian (coklit) serta verfikasi faktual perseorangan calon DPD.

"Putusan PN Jaksel membawa malapetaka untuk demokrasi ke depan dengan melanggar konstitusi secara prosedur, KPU memang perlu melakukan banding," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari telah menyatakan akan melakukan banding terhadap putusan PN Jakpus.

Baca Juga: Survei Median: 73,2 Persen Netizen Tak Ingin Penundaan Pemilu, Dilaksanakan Sesuai Jadwal dari KPU

Bawaslu juga satu suara. Anggota Bawaslu RI Puadi mengatakan penundaan Pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan amar putusan PN.

"Pemilu merupakan agenda fundamental negara, maka jika ingin menunda pemilu, maka dibutuhkan perubahan UUD," kata Puadi.*** 

Editor: Arif Rahman

Tags

Terkini

Terpopuler